Kritik Ekspresif: Cerpen Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya

Senin, Mei 22, 2017 putriintania 1 Comments

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi sastrawan yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan, seperti kapan dan di mana dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang sosial budayannya, juga pandanga kelompok sosialnya.
Pada  cerpen pradilan rakyat, yang menunjukkan analisis kritik sastra ekspresif adalah sebagai berikut:

Kutipan cerpen:
Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan beku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara.
Putu wijaya, mampu mengekspresikan dengan baik. Negara sebagai wujud teater, suatu pertunjukan sandiwara. Hal ini pula dilatarbelakangi oleh profesi penulis sebagi seorang sastrawan, penulis pula menjabat sebagai Pimpinan Teater Mandiri, Jakarta sejak tahun 1971 hingga sekarang. Kutipan diatas merupakan wujud ekspreasi jiwa mengenai kedudukan posisi bangsa dan negara saat ini bisa berubah. 
Berikutnya pada cutipan cerpen dibawah ini:
Pengacara muda sekarang menarik napas panjang.
“Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya.”
Penulis mampu menekspresikan diri seorang pengacara muda, yang profesional, dan cerdas. Hal tersebut pula didasari, bahwa penulis juga seorang mahasiswa fakultas hukum, penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum UGM 1969.
Selanjutnya pada kutipan cerpen dibawah ini:
Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Penulis mampu mengkritisi pemerintahan, dan memaparkan pandangannya pada pemerintahan. Wujud dari ekpresi terhadap situasi dan keadaan yang terjadi dimasyarakat, hal ini pula didasari oleh profesi yang penah menjadi wartawaan di berbagai media cetak. Misalnya penulis pernah menjadi wartawan majalah Ekspres (1969), wartawan majalah Tempo (1971-1979) dan Redaktur Pelaksana majalah Zaman (1979-1985)



*Salah satu tugas kuliah menulis keritik esay

You Might Also Like

1 komentar:

  1. Terima kasih artikel ini dapat saya jadikan sebagai referensi tugas akhir saya.

    BalasHapus