Kritik Ekspresif: Cerpen Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya
Pendekatan
ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan
perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini
memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan
atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi
sastrawan yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya.
Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan
sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan, seperti kapan dan di mana
dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang sosial budayannya,
juga pandanga kelompok sosialnya.
Pada cerpen pradilan
rakyat, yang menunjukkan analisis kritik sastra ekspresif adalah sebagai
berikut:
Kutipan cerpen:
Aku ingin berkata tidak kepada
negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi
mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan beku. Tapi negara
terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ
aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan
investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku,
negara sudah memainkan sandiwara.
Putu wijaya, mampu
mengekspresikan dengan baik. Negara sebagai wujud teater, suatu pertunjukan
sandiwara. Hal ini pula dilatarbelakangi oleh profesi penulis sebagi seorang
sastrawan, penulis pula menjabat sebagai Pimpinan Teater Mandiri, Jakarta sejak
tahun 1971 hingga sekarang. Kutipan diatas merupakan wujud ekspreasi jiwa
mengenai kedudukan posisi bangsa dan negara saat ini bisa berubah.
Berikutnya pada cutipan cerpen
dibawah ini:
Pengacara muda sekarang menarik
napas panjang.
“Ya aku menerimanya, sebab aku
seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun
orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela.
Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk
membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan
yang seadil-adilnya.”
Penulis mampu menekspresikan diri
seorang pengacara muda, yang profesional, dan cerdas. Hal tersebut pula
didasari, bahwa penulis juga seorang mahasiswa fakultas hukum, penulis
merupakan mahasiswa Fakultas Hukum UGM 1969.
Selanjutnya pada kutipan cerpen
dibawah ini:
Dengan gemilang dan mudah ia
mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu.
Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta
kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah
lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke
jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan
diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa
dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup.
Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
Penulis mampu mengkritisi
pemerintahan, dan memaparkan pandangannya pada pemerintahan. Wujud dari ekpresi
terhadap situasi dan keadaan yang terjadi dimasyarakat, hal ini pula didasari
oleh profesi yang penah menjadi wartawaan di berbagai media cetak. Misalnya
penulis pernah menjadi wartawan majalah Ekspres (1969), wartawan majalah Tempo
(1971-1979) dan Redaktur Pelaksana majalah Zaman (1979-1985)
*Salah
satu tugas kuliah menulis keritik esay
Terima kasih artikel ini dapat saya jadikan sebagai referensi tugas akhir saya.
BalasHapus