Makalah Menulis Kritik dan Esai: Pendekatan Pragmatik
Tugas Kelompok
Dosen
Pengampuh
Kelompok 08 Elvrin Septyanti, S.Pd., M. Pd.
(Menulis Kritik Pendekatan Pragmatik)
Yesi Kamala Sari (1505115854)
Elvi Yana Barus (1505116616)
Ansori Ramadhan (1505116685)
Alya Surya Novriani (1505117049)
Elizabeth Ana Agustin (1505117298)
Dini Maulani (1505121596)
Putri Intania Syafitri (1505122205)
Riein Fujiarti Ali (1505123333)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
RIAU
PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami ucapkan
ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas kasih dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Menulis Kritik dan
Esai. Tujuan dari makalah ini yaitu menambah pengetahuan, memperluas wawasan,
mempermudah memahami dan mempelajari materi yang menjadi topik utama pembahasan
dalam makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan bantuan berupa
materi dan informasi dari beberapa pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima
kasih kepada Elvrin Septyanti, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Menulis Kritik dan Esai yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami telah berusaha sebaik mungkin
dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila masih terdapat kekurangan, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, untuk menambah
wawasan dan pengetahuan serta mempermudah dalam memahami materi yang ada dalam
makalah ini.
Pekanbaru,
15 Mei 2017
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Prosa merupakan satu di antara karya
sastra yang menjadi acuan utama dunia sastra. Prosa merupakan jenis karya satra
yang dibedakan dari puisi karena tidak terikat oleh kaidah puitika. Prosa lebih
cendrung memakai bahasa sehari-hari. Namun, ada juga yang disebut prosa
puitis atau prosa lirik atau prosa berirama.
Menjadi seorang pembaca tentulah
menjadi seseorang yang dapat menilai sebuah karya atau bacaan. Sama halnya
dengan sebuah karya sastra yang sifatnya prosa, pemahaman akan keindahan karya
tersebut ada di tangan pembaca. Pemahaman akan karya sastra dapat dilakukan
dengan menggunakan atau menerapkan pendekatan pragmatik sebagai bentuk
pendekatan kritik sastra.
Pendekatan pragmatik akan
menunjukkan sejauh mana keberhasilan seorang pengarang terhadap karyanya, yang
dinilai secara langsung oleh pembacanya. Artinya pendektan pragmatik lebih
menekankan pada pemahaman akan makna sebuah karya. Kesuksesan seorang pengarang
dapat kita lihat dan rasakan saat pemaknaan akan sebuah karya sastra yang
bersifat prosa tersebut sama antara pemaknaan yang diberikan pengarang terhadap
karya sastra tersebut dengan pemaknaanyang didapat pembaca dari karya
sastra tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan pendekatan pragmatik?
- Apa pengertian pendekatan pragmatik menurut para ahli?
- Bagaimana sejarah pendekatan pragmatik?
- Apa metode pendekatan praagmatik dan prinsip-prinsip
dasar pendekatan praagmatik ?
- Apa karakteristik pendekatan pragmatik dalam menelaah
karya sastra?
- Bagaimana contoh kritik pragmatik dalam novel ayat-ayat
cinta dan puisi Chairil Anwar ”Aku”?
1.3. Tujuan
- Untuk mendiskripsikan pengertian pendektan pragmatik.
- Untuk mendiskripsikan pengertian pragmatik menurut para
ahli.
- Untuk mendiskripsikan sejarah lahirnya pendekatan
pragmatik.
- Untuk mendiskripsikan metode pendekatan pragmatik dan
prinsip-prinsip dasar pendekatan praagmatik.
- Untuk mendiskripsikan karakteristik pendekatan
pragmatik dalam menelaah karya sastra.
- Untuk mengetahui bagaimana membuat kritik pragmatik
dalam novel ayat-ayat cinta dan puisi Chairil Anwar ”Aku”.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hakekat Pendekatan Pragmatik
Secara umum pendekatan pragmatik
adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan
pembaca terhadap karya sastra. Munculnya pendekatan pragmatik bertolak dari
teori resepsi sastra dalam khasanah pemahaman karya sastra yang merupakan
reaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan struktural.
Sebab pendekatan struktural ternyata tidak mampu berbuat banyak dalam upaya
membantu seseorang dalam menangkap dan memberi makna karya sastra. Pendekatan
struktural hanya dapat menjelaskan lapis permukaan dari teks sastra karena
hanya berbicara tentang struktur atau interalasi unsur-unsur dalam karya
sastra. Banyak segi lain yang diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya
sastra. Untuk dapat menangkap segi-segi lain itu para pakar mengemukakan sebuah
pendekatan baru, yaitu pendekatan pragmatik.
Pendekatan pragmatik merupakan
pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan
tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral agama atau tujuan
yang lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra berdasarkan fungsinya
untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi pembacanya. Semakin banyak
nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik
karya sastra tersebut.
Definisi lain mengatakan bahwa
pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan
kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati
karya sastra. Pembaca memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
sebuah karya yang merupakan karya sastra atau bukan. Horatius dalam art poetica
menyatakan bahwa tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun
sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan. Dari pendapat inilah dimulai
pendekatan pragmatic, (Wahyudi Siswanto, 2008: 181-191).
Pendekatan Pragmatik memberikan perhatian
utama terhadap peranan pembaca, dalam kaitannya dengan
salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi,
pendekatan Pragmatik dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek
pragmatik dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang berbagai objek
yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaanya, pengarang merupakan subjek
pencipta, tetapi secara terus-menerus, fungsi-fungsinya dihilangkan, bahkan
pada gilirannya pengarang ditiadakan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali
tidak tahu-menahu tentang proses kreativitas diberikan tugas utama bahkan
dianggap sebagai penulis.
Pendekatan pragmatik dengan demikian
memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut.
Secara histories (Abrams, 1976:16) pendekatan pragmatik telah ada tahun 14 SM,
terkandung dalam Ars Poetica (Hoatius). Meskipun demikian, secara teoritis
dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi srukturalisme
memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca
(Mukarovsky).
Tahap tertentu pada pendekatan
pragmatik memilik hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam
pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatik memliki manfaat
terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyrakat, perkembangan dan
penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan
indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik memberikan
manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatik secara keseluruhan berfungsi
untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat
karya sastra tanpa batas.
Pendekatan pragmatik
mempertimbangkan indikasi pembaca melalui berbagai
kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka
masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik, di
antaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra,
baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implicit, baik dalam kerangka sinkronis
maupun diakronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada
kompetensi pembaca sebab samata-semata pembacalah yang berhasil untuk
mengevokasi kekayaan khazanah kultural bangsa.
Pendekatan pragmatis memberikan
perhatian utama pada peran pembaca. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang
memandang puisi sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu
pada audience (pembaca atau pendengar), baik berupa efek kesenangan
estetik ataupun ajaran atau pendidikan maupun efek-efek yang lain. Pendekatan
ini cenderung menilai puisi berdasarkan berhasil atau tidaknya pencapaian
tujuan tersebut. Selain itu, pendekatan ini menekankan strategi estetik untuk
menarik dan mempengaruhi tanggaan-tanggapan pembacanya kepada masalah yang
dikemukakan dalam puisi. Dua pembaca yang sama akan menerima pesan yang berbeda
walaupun mereka dihadapkan pada puisi yang sama (Damono, 1983).
Sebagai suatu pendekatan untuk
mencari kebenaran dalam teks sastra, pendekatan pragmatik memiliki relevansi
dengan sistem kefilsafatan pragmatik Heraklitus dalam Graff et.al. (1996:167)
mengembangankan teori kefilsafatan yang mirip dengan pragmatik modern. Konsep
Heraklitus yang terkenal adalah “Tidak ada realitas yang bersifat absolut,
demikian juga halnya dengan kebenaran nilai-nilai. Realitas, kebenaran, dan
nilai-nilai merupakan sesuatu yang selalu berubah, sehingga itu sendirilah yang
bersifat permanen”. Dengan kata lain, hanya dengan indra penyerapan (the sense pf perception) itulah yang
memiliki pengetahuan yang menyadari karakter perubahan pengetahuan.
Lavinson yang dirujuk Nababan
(1987:2) mengartikan pragmatik sebagai kajian hubungan antarbahasa dengan
konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di dalam pengertian ini
terlihat bahwa pemahaman bahasa merujukpada fakta bahwa untuk mengerti suatu
ungkapan bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan
tata bahasanya, yaitu hubungan dengan konteksnya.
Berdasarkan beberapa literatur yang
berkaitan dengan pendekatan pragmatik, ada pula yang menekankan kepada struktur
bahasa, aspek makna tertentu, dan hakikat ketergantungan dengan konteks sebagai
berikut.
- Pragmatik adalah studi tentang hubungan-hubungan antar bahasa dengan konteks yang
gramatikalisasi atau dikodekan dalam struktur suatu bahasa.
- Pragmatik adalah studi tentang semua aspek makna yang
tidak terliput dalam teori semantik.
- Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa
dengan konteks yang merupakan dasar untuk uraian pemahaman bahasa.
- Pragmatik adalah studi tentang kemampuan pemakaian
bahasa untuk memadatkan kaliamat dengan kontek yang
tepat.
- Pragmatik adalah studi tentang dieksis, implikasi,
prasuposisi, tidak ujar, dan aspek struktur wacana.
Berdasarkan informasi tersebut,
pendekatan pragmatik yang dimaksud adalah cara mengkaitkan hubungan bahasa
sebagai median ekspresif karya satra dengan interperator atau penafsir
sebagaimana pengertian pragmatik yang dirumuskan oleh Morris dalam Tarigan dan
van Dijk terdahulu.
B. Pengertian Pendekatan Pragmatik
Menurut para Ahli
Secara umum pendekatan pragmatik
adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan
pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang masa.
Sedangkan menurut para ahli
mendefinisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
- Menurut Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatik adalah
salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang
menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna
terhadap karya satra.
- Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan
pendekatan yang tak ubahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang
menghidupkan sebagai proses konkritasi.
- Dawse dan User 1960, pendekatan pragmatik merupakan
interpensi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut
“horizon penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan
karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip
bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi kesenangan dan kaidah
bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan unsur pelipur lara
dan unsur dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan
realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap genersai,
setiap kurun tertentu diharuskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak
berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.
C. Sejarah Pendekatan Pragmatik
Pada tahun 1960 muncul dua orang
tokoh ilmu sastra di Jerman Barat kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan
Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan
terhadap pembaca sabagai pemberi makna karya satra.
Pada tahun 1967 (Teeuw, 1984: 5) ia
mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan
buntu. Hal ini karena pendekatan penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan
situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme,
maka pendekatan penulis sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional,
dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus,
entah pada suatu bangsa, suatu periode, suatu angkatan dan suatu zaman.
Hal yang diterima dan dipahami oleh
pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya, baik dari
segi estentik maupun dari segi sejarah, dari segi estentik karya sastra sebagai
seni, pembaca akan menentukan apakah estentik yang mendasari karya sastra
diterima atau ditolak. Oleh sebab itu yang dipentingkan dalam pendekatan yang
menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan
abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan
tempat yang berbeda-beda.
Tokoh utama dalam karya sastra yang
menekankan peranan pembaca ialah Hans Robert Jousz dalam makalahnya yang
bejudul literature alas provocation (sejarah sastra sebagai tantangan). Ia
melancarkan gagasan-gagasan baru yang sempat menggoncangkan dunia. Ilmu sastra
tradisional setelah memberi ringkasan mengenai sejarah sastra antara lain dari
aliran marsisme dan formalisme. Menghilangkan faktor yang terpenting dalam
proses semiotik yang disebut kesusastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang
mrnggambarkan hubungan dialog dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu
pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk
menentukan nasib dan peranannya dari segi sejarah dan estetis.
Peneliti sejarah sastra bertugas
menelusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan dalam pengertian
yang bergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya sipembaca dan ilmu
sastra harus meneliti hal itu.
D. Metode Pendekatan Pragmatik dan
Prinsip-prinsip dasar Pendekatan Pragmatik
Penelitian resepsi pembaca terhadap
karya sastra dapat menggunakan beberapa meatode pendekatan,antara lain
pendekatan yang bersifat eksperimental, melalui karya sastra yang mementingkan
karya sastra yang terikat pada masa tertentu ada pada golongan masyarakat
tertentu.
- Kepada pembaca, perorangan atau kelompok disajikan atau
diminta pembaca karya sastra, sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket
yang berisi tentang permintaan, tanggapan, kesan, penerimaan terhadap
karya yang dibaca tersebut.untuk diisi jawaban-jawaban itu nanti
ditabulasi dan dianalisis.
- Kepada pembaca perorangan atau kelompok, diminta pembaca
karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterpretasikan karya sastra
tersebut. Interpretasi-interpretasi yang dibuat tersebut dianalisis
secara kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tanggapan
terhadap karya sastra.
- Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk
melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat prestasi
sekelompok kritikus terhadap kontenporer persepsi masyarakat tertentu
terhadap karya sastra daerahnya sendiri.
Prinsip-prinsip Dasar Pendekatan
Pragmatik
Landasan pendekatan pragmatik adalah
bertolak dari teori resepsi sastra, maka landasan dasarnyapun dalam mengkaji
karya sama dengan tempat ia berpijak tersebut. Sebagai suatu pendekatan dalam
memahami karya sastra, pragmatisme mempunyai prinsip sebagai berikut.
- Otonomi karya sastra dianggap tidak relevan dalam
kajian karya sastra, karena terlalu menganggap karya sastra sebagai
struktur yang otonom. Padahal karya sastra tersebut tidak mempunyai wujudannya
sendiri sampai dibaca. Karena itu untuk dapat memahami sebuah karya
sastra, pendekatan pragmatik tidak terlalu terikat pada struktur sastra
semata, melainkan juga kepada faktor yang ada pada diri pembaca secara
kontekstual. Oleh karena itu, bentuk telaahnya kompleks daripada
pendekatan struktural yang hanya tertuju pada bangun struktur saja.
- Pendekatan pragmatik dibilang
karya sastra sebagai artefak, pembacalah yang menghidupkannya melalui
proses konkretisasi. Karya sastra hanya menyediakan kode makna, sedangkan
makna itu sendiri diberikan oleh pembaca. Karya sastra tidak mengikat
pembaca, tetapi menyediakan tempat yang kosong untuk diisi oleh pembaca.
Maksudnya adalah bahwa teks sastra seperti puisi tidak pernah
mempunyai makna yang terumus dengan sendirinya, sehingga diperlukan tindakan
pembaca untuk merumuskannya.
- Pembaca bukanlah pribadi yang tetap dan sama, melainkan
selalu berubah dan berbeda. Oleh karena pembaca dalam melakukan proses
pemahaman dipengaruhi oleh horison penerimaannya, maka subjektivitas
pembaca mungkin berbeda antara satu dengan lainnya. Itulah sebabnya
teknik telaahnya pragmatis dan dialektik.
- Teks sastra selalu menyajikan ketidak pastiaan makna, sehingga
memungkinkan pembaca untuk memaknai dan memahaminya secara terbuka lebar
(Teeuw 1984; Junus 1985; Salden 1986; dan Jefferson & Robey 1988).
Ketidakpastiaan iitulah mengapa pangkal tolak telaah pendekatan pragmatik
ini dalam mengapresiasi karya sastra pada persepsi pembaca.
E. Karakteristik Pendekatan
Pragmatik dalam Menelaah Karya Sastra
Bertolak dari hakikat dan prinsip
dasar pendekatan pragmatik di atas, dapat dirumuskan bahwa pendekatan pragmatik
dalam menelaah karya sastra adalah sebagai berikut.
- Asumsi dasar pendekatan pragmatik bahwa karya sastra
sesuatu yang bersifat artefak. Ia merupakan suatu benda yang belum
mempunyai jiwa, dan baru mempunyai jiwa bila dinikmati atau
dipahami.
- Bentuk telaah kompleks, karena dalam menentukan makna
atau unsur intrinsik, melainkan juga unsur ekstrinsik seperti pengarang,
pembaca dan genetik karya sastra.
- Dalam menelaah, unsur yang menjadi objek telaah
mencakup seluruh unsur, baik fisik maupun unsur batin dan
unsur-unsur lain yang dapat dijadikan acuan untuk
mengkongkretisasikan makna yang abstrak.
- Proses telaah dimulai dari resepsi personal pembaca
keseluruhan bagian dan mencari hubungan struktur bagian kemudian
menempatkan struktur keseluruhan menjadi struktur bagian dalam struktur
yang lebih besar untuk dapat dikonkretisasikan melalui proses redeskripsi.
- Teknik telaah pragmatis dan dialektik, yaitu dengan
melibatkan pengalaman pembaca, pengarang, di samping unsur
intrinsik yang menjadi acuan telaah.
- Dasar pertimbangan dalam penentuan makna adalah
perpaduan unsur intrinsik dengan unsur ekstrinsik serta faktor genetik dan
pengalaman yang dipunyai pembaca.
- Pangkal tolak telaah dari resepsi pembaca terhadap
unsur bangun karya sastra.
- Esensi karya sastra adalah makna setiap unsur, hubungan
antara unsur dan keterpaduannya dihubungkan dengan konteks kesemestaan dan
sistem kognisi pembaca.
- Unsur pengarang dan pembaca dipertimbangakan dalam menelaah
sebagai bagian dari genetik untuk kesempurnaan makna.
F. Contoh Kritik Pragmatik Novel
Ayat-ayat Cinta dan Puisi Chairil Anwar ”Aku”
1. Novel Ayat-ayat Cinta karya
Habiburrahman el Shirazy
SINOPSIS
NOVEL AYAT-AYAT CINTA
Novel
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el Shirazy mengisahkan ten-tang seorang
tokoh bernama Fahri yang merupakan pemuda dari Indonesia yang menuntut ilmu di
Universitas Al-Azhar, Mesir. Adapun syarat untuk bisa menjadi pelajar di
Universitas Al-Azhar adalah harus dapat menghapal Al-Quran. Fahri yang
merupakan pribadi yang sangat menjunjung nilai-nilai keimanan dalam
aga-ma Islam tentu saja hapal Al-Quran. Nilai-nilai keimanan itulah yang dia
praktik-kan dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun
ia tinggal di sebuah rumah susun tanpa sanak keluarga dari In-donesia, namun
dia beruntung karena mengenal keluarga yang begitu baik pada-nya, keluarga
Maria. Maria adalah putri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Bera-sal dari
keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Meskipun seorang gadis dari penganut
Kristen, Maria mampu menghafal Quran surat Maryam dan Al-Maidah.
Pertemuan Fahri dengan Maria berawal
ketika Fahri pindah ke sebuah ru-mah lantai satu yang letaknya di bawah rumah
Maria. Sejak itu mereka saling me-ngenal walau tidak begitu akrab. Suatu hari,
ketika akan melakukan perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang
terletak di Shubra El-Kaima ujung Utara kota Cairo, Maria memanggil Fahri dan
meminta Fahri untuk bisa menitipkan disket yang ingin ia beli.
Di dalam metro menuju tempat tujuan,
Fahri berkenalan dengan seorang pemuda Mesir bernama Ashraf yang juga seorang
muslim. Mereka bercerita ba-nyak tentang Islam. Tak lama kemudian, 3 orang bule
yang berkewarganegaraan Amerika naik ke dalam metro tersebut. Salah satu dari
bule tersebut adalah seo-rang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah, namun
mereka tidak dipeduli-kan karena dianggap kurang beradab oleh masyarakat Mesir.
Ketiga bule tersebut berpakaian yang tidak sesuai dengan budaya orang Mesir
sehingga tidak ada satu-pun di antara penumpang bis yang mau memberikan tempat
duduk kepada mere-ka. Namun salah satu penumpang bis, Aisha tergerak hatinya
untuk memberikan tempat duduknya kepada nenek yang tampaknya tidak sanggup lagi
untuk berdiri. Di sinilah awal terjadinya perdebatan. Orang-orang Mesir
kemudian mengeluar-kan kata-kata pedas kepada Aisha karena perbuatan Aisha yang
memberikan tem-pat duduk kepada orang Amerika dianggap sebagai suatu kesalahan
besar. Fahri kemudian mencoba meredam perdebatan yang seharusnya tidak perlu
ada. Walau apa yang dilakukan Fahri sempat menimbulkan perdebatan yang semakin
panas, namun Fahri meluluhkan hati mereka dengan mengatakan bahwa Islam itu
me-nyayangi sesama.
Sejak kejadian tersebut, Alicia yang
seorang gadis nonmuslim itu menjadi ingin bertemu dengan Fahri dan menanyakan
tentang hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Merekapun melakukan pertemuan
dengan didampingi oleh Aisha yang seorang gadis Mesir. Karena keterbatasan
waktu, Fahri meminta agar Alicia menuliskan pertanyaannya dan akan dijawab oleh
Fahri dengan tulisan juga. Hal itu diterima oleh Alicia mengingat kesibukan
Fahri yang tidak memungkinkan un-tuk melakukan pertemuan yang memerlukan waktu
yang lama. Fahri menjawab pertanyaan-pertanyaan Alicia dengan tulisan,
mencarikan referensi-referensi yang tepat untuk menjawab pertanyaan Alicia
tersebut. tidak tanggung-tanggung, Fahri pun juga meminta pertolongan Maria
untuk menterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dan juga meminta gurunya untuk
mengoreksi jawaban-jawaban yang te-lah ia tuliskan.
Di Mesir, Fahri tinggal bersama 4 orang
temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan
Misbah. Di sana Fahri juga bertetangga dengan Bahadur, seorang yang kasar
kepada siapa saja bahkan kepada istrinya Madame Syaima dan putri bungsunya
Noura. Bahadur dan Madame Syaima me-miliki 3 orang putri, yaitu Mona, Suzanna,
dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam sama seperti orangtuanya, namun lain
halnya dengan Noura yang berkulit putih dan berambut pirang. Hal ini mengakibatkan
Bahadur mengira kalau istrinya telah berselingkuh dan sangat membenci Noura.
Pada suatu malam, Bahadur menyeret Noura
ke jalanan dengan punggung yang penuh dengan luka cambukan. Melihat hal
tersebut Fahri meminta Maria un-tuk dapat membantu Noura dan membawanya ke
rumah untuk menginap di rumah Maria. Keesokkan harinya, Fahri membawa Noura ke
rumah Nurul untuk dapat diamankan dari keganasan Bahadur. Fahri dan Maria
kemudian berusaha untuk mencari tahu tentang Noura. Akhirnya terungkaplah bahwa
Noura bukanlah anak dari Bahadur dan Madame Syaima. Merekapun membantu untuk
menemukan ke-dua orang tuanya hingga ia bisa berkumpul dengan keluarganya yang
sebenarnya. Bantuan Fahri ternyata membuat Noura jatuh cinta kepadanya. Ia pun
mengirim-kan sepucuk surat ungkapan perasaannya kepada Fahri, namun surat itu
tidak di-tanggapi oleh Fahri karena mengira itu hanyalah ungkapan terima kasih.
Fahri pun kemudian memfokuskan diri kepada ujian yang akan ia hadapi.
Lain lagi dengan Aisha, pertemuan yang
beberapa kali membuatnya jatuh cinta dengan sikap dan sifat Fahri. Ia pun
meminta pamannya Eqbal untuk dapat menjodohkannya dengan Fahri. Fahri yang
memang telah sedang bingung dengan pernikahan yang telah ia targetkan merasa
terjawab sudah dengan tawaran Ustadz Usman untuk menjodohkannya dengan gadis
soleha. Setelah melakukan shalat is-tighoroh dan meminta restu ibunya, ia pun
memantapkan niatnya untuk meminang gadis yang sama sekali belum ia ketahui nama
dan wajahnya itu. Namun betapa terkejutnya ia ketika pertemuan keluarga yang
datang adalah Eqbal dan keluarga-nya. Segeralah ia mengetahui bahwa gadis itu
adalah Aisha yang tak lain adalah keponakan Eqbal. Eqbal dan Fahri telah banyak
mengenal satu sama lain. Tentang Fahri yang miskin dan dapat datang ke Mesir
dengan menjual sawah warisan ka-keknya. Melalui bantuan Syaikh Usman, Fahri pun
bersedia untuk menikah dengan Aisha dan Aisha pun siap menerima Fahri apa
adanya.
Hari pernikahan telah ditentukan, Jumat
setelah ashar, namun cobaan da-tang pada Fahri. Ustadz Jamal dan istrinya
datang menemui Fahri pada siang hari-nya dengan maksud untuk meminangnya untuk
Nurul karena Nurul sangat men-cintai Fahri. Mendengar hal tersebut Fahri sangat
terpukul karena dulunya setiap mendengar nama Nurul hatinya selalu bergetar.
Akan tetapi
cintanya sekarang te-lah menjadi milik Aisha dan hanya hitungan jam saja mereka
akan menikah. Fahri pun menceritakan perihal pernikahan dengan Aisha yang
sebentar lagi akan ter-laksanakan kepada Ustadz Jamal dan istrinya. Ustadz
Jamal pun sangat menya-yangkan dan menyesal terhadap sikapnya yang
menunda-nunda permintaan Nurul untuk meminang Fahri. Pernikahan Fahri dan Aisha
akan segera dilaksanakan dan tidak mungkin untuk dibatalkan. Cobaan itu
membuatnya sedih karena harus me-nyakiti hati Nurul. Sebelum adzan ashar
berkumandang, Sarah Ali Farougi, mem-beri tahu bahwa semuanya telah siap. Fahri
meminta izin pada Eqbal agar bisa melihat wajah Aisha untuk menguatkan hatinya
yang baru saja digoncang dengan kabar yang menyakitkan hati. Tepat saat adzan
ashar berkumandang mereka telah sampai di masjid tempat akad akan dilaksanakan.
Semua para tamu undangan te-lah sampai di sana dan juga para masyarakat Mesir.
Setelah akad nikah mereka tidak langsung
tinggal bersama, 2 hari setelah akad nikah pesta pun digelar. Barulah mereka
pergi ke sebuah flat nomor 21 di tepi sungai nil. Mereka berbulan madu di sana,
dan di akhir minggu Aisha mem-beri kejutan kepada Fahri bahwa flat itu
miliknya. Dan mereka akan menempati flat itu bersama. Tak lama setelah
itu Fahri mendapat kejutan dari Maria dan You-sef. Maria dan adiknya itu
datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria
tampak lebih kurus dan murung. Memang saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga
Boutros sedang pergi berlibur. Begitu mendengar Fahri telah menjadi milik
wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul.
Kebahagiaan Fahri dan Aisha ternyata
tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas
tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Fahri dibawa ke markas polisi Abbasca.
Fahri diinterogasi dan dimaki dengan ka-ta-kata kotor. Fahri dituduh memperkosa
Noura hingga hamil hampir tiga bulan. Noura teramat luka hatinya saat Fahri
memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil
itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungannya adalah anak Fahri.
Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa, karena ia belum memiliki bukti
yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus
mendekam di penjara selama beberapa minggu dan melewati ramadhan pertamanya di
sel bawah tanah. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari
fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu yaitu
malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam di mana Fahri
memperkosanya. Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta
yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Dan ia terus mengigau
menyebut nama Fahri. Dokter mengatakan sentuhan dan suara Fahri adalah
rangsangan supaya Maria cepat sadar, namun Fahri tidak mau melakukannya karena
Maria bukanlah istrinya. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria.
Pernikahan itu berlangsung di rumah sakit. Aisha berharap dengan mendengar
suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar da-ri koma panjangnya
dan dapat memberi kesaksian di pengadilan tentang sebenar-nya yang terjadi.
Akhirnya Maria dapat membuka matanya,
Aisha menceritakan semuanya kepada Maria dan akhirnya Maria bersedia untuk
memberikan kesaksian di persi-dangan. Ketika di pengadilan Maria membawa bukti
bahwa malam itu Maria sam-pai pagi berada di kamarnya dan sama sekali tidak
meninggalkan kamarnya apala-gi masuk ke kamar Fahri, namun naas karena terlalu
emosi Maria yang saat itu masih dalam keadaan sakit langsung jatuh pingsan
setelah memberi kesaksian dan dilarikan ke rumah sakit. Fahri pun memenangkan
pengadilan itu karena Noura mengakui kesalahannya karena telah memfitnah Fahri
dan menyengsarakan orang yang ia cintai. Takbir bergemuruh di ruang pengadilan
itu dilantunkan oleh semua orang yang membela dan simpati pada Fahri. Seketika
Fahri sujud syukur kepada Allah Swt. Aisha memeluk Fahri dengan tangis bahagia
tiada terkira. Paman Eq-bal dan Bibi Sarah tidak mampu membendung airmatanya.
Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman juga sama. Satu persatu orang Indonesia yang ada di
dalam ruang-an itu memberi selamat dengan wajah baru.
Noura menyesal atas perbuatan yang
dilakukannya. Dengan jiwa be-sar Fahri memaafkan Noura. Terungkaplah
bahwa ayah dari bayi dalam kandung-an Noura adalah Bahadur. Fahri, Aisha, dan
Maria mampu menjalani rumah tang-ga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria
sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang
kakak. Maria terus mengigau dalam komanya, membaca ayat-ayat surat Maryam
dan dilanjutkan dengan surat Thaha dan air matanya terus mengalir. Setelah ayat
terakhir surat Thaha yang ke-luar dari mulut Maria tersadar dan menceritakan
semuanya kepada Fahri. Maria mengatakan bahwa ia mencium bau surga dan melihat
ke dalam rombongan yang masuk ke dalamnya. Ketika ia mau masuk beberapa kali
malaikat penjaga surga itu tidak mengizinkannya dengan alasan ia bukan termasuk
golongan nabi Mu-hammad. Ia menangis menyebut nama Allah dan akhirnya dari
salah satu pintu surga keluarlah Maryam. Ia mengatakan bahwa jika ingin masuk
surga, ia harus termasuk dalam rombongan nabi Muhammad Saw. Fahri mengerti
bahwa Maria adalah wanita yang muslim hatinya tapi Maria belum mengucapkan
syahadat se-bagai tanda masuknya ia ke dalam agama Islam. Akhirnya Fahri
membantu Maria dengan cara mengambilkan air untuk berwudlu. Dengan sekuat
tenaga Fahri membopong Maria yang kurus kering itu menuju kamar mandi. Aisha
juga mem-bantu membawakan tiang infus. Dengan tetap dibopong oleh Fahri, Maria
diwu-dhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali dibaringkan di atas kasur
seperti semula. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia
mengucapkan sya-hadat. Ia tetap tersenyum. Perlahan pandangan matanya redup.
Tak lama kemudi-an kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Fahri
memegang tangannya dan denyut nadinya telah berhenti. Tidak ada yang menduga
jika maut akhirnya me-renggut Maria. Maria menghadap Tuhan dengan menyungging
senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi
diucapkannya de-ngan bibir bergetar itu kembali terngiang di telinga Fahri.
Namun Maria sangat beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi
seorang mu’alaf dengan bantuan Fahri dan Aisha.
ANALISIS
KRITIK NOVEL AYAT-AYAT CINTA
Pada novel Ayat-Ayat Cinta karya
Habiburrahman El Shirazy ini merupa-kan novel bergenre religius. Pada novel ini
mengaitkan kehidupan manusia de-ngan aspek-aspek keagamaan. Novel ini menceritakan
permasalahan-permasalahan yang ada pada kehidupan manusia, mulai dari gaya
hidup bertetangga, pola tingkah pemikiran masyarakat yang beraneka ragam, cinta
yang bertepuk sebelah tangan, poligami, pemfitnahan, sampai pada kesetiaan
dengan latar sosial-budaya Timur Tengah. Semua dikemas dengan uraian-uraian
yang bersifat islami dengan diperkuat oleh dalil-dalil dan hadits-hadits.
Karya sastra adalah salah satu dari
media dalam berdakwah. Dengan karya sastra segala permasalahan kehidupan dapat
tergambarkan dengan solusi yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat. Inilah yang dilakukan oleh seorang novelis yang juga seorang
sarjana Al-Azhar University Cairo. Dengan media novel ia mampu membangun
gambaran-gambaran permasalahan masyarakat dengan solusi yang berdasarkan
pengetahuan agama. Dalam novel ini, ia menceritakan permasalahan kehidupan
dengan latar ala Arab namun diceritakan dengan gaya bahasa Indonesia. Mengutip
pernyataan dari Majalah Muslimah edisi Januari 2006 “Penulis novel ini berhasil
menggambarkan latar (setting) sosial-budaya Timur Tengah dengan sangat hidup
tanpa harus memakai istilah-istilah Arab. Bahasanya yang mengalir,
karakterisasi tokoh-tokohnya yang begitu kuat, dan gambaran latarnya yang begitu
hidup, membuat kisah dalam novel ini terasa benar-benar terjadi. Ini contoh novel
karya penulis muda yang sangat bagus!” Dalam hal ini tokoh-tokoh dibangun
dengan karakteristik yang kuat dan sesuai dengan gambaran kehidupan.
Ayat-Ayat Cinta merupakan judul yang
mewakili isi dari novel ini. Di da-lam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat-ayat
yang menjelaskan tentang cinta, baik cinta antara manusia dengan Tuhannya,
cinta antara manusia dengan manusia lainnya, tak terkecuali cinta antara
manusia yang berlawanan jenis. Kata Ayat yang dituliskan secara
reduplikasi dalam ilmu morfologi menyatakan jamak, artinya dalam Al-Qur’an
terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang cinta dan permasalahan serta
solusi-solusinya. Kenapa judulnya Ayat-Ayat Cinta? Karena di dalam Al-Qur’an,
Tuhan telah mengajarkan bagaimana sebuah cinta itu dibangun dengan tanpa
merusak kesucian dari sebuah arti cinta tersebut. Cinta itu akan terasa sangat
indah, jika dilakukan sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang diberikan oleh
Allah Swt. Manusia akan mengecap indahnya cinta dari sesama manusia, jika ia
juga telah mencintai Allah dengan melakukan segala perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya. Dan Allah akan menjanjikan surga yang tak ternilai
keindahannya bagi mereka yang menjalankan kehidupan sesuai dengan syariatNya.
Fahri, seorang tokoh yang dibangun oleh
penulis sebagai tokoh utama dalam novel ini. Seorang santri salaf metropolis dan
musafir yang haus ilmu. Memiliki karakter tokoh yang begitu kuat dengan keislamannya
dan kokoh pendiriannya serta seseorang yang pekerja keras. Kesabaran dan gaya
hidup yang patut dicontoh dari seorang Fahri. Tokoh kedua dalam novel ini
adalah Aisha, seorang gadis yang berdarah Jerman, Turki, dan Palestina, namun
lahir dan dibesarkan di Jerman. Sifat lembut dan penyayang tergambar dari
kecantikan nama Aisha. Seorang tokoh yang begitu setia dan juga sabar menerima
segala cobaan berat yang menimpanya dan suaminya. Tokoh ketiga adalah seorang
penganut Kristen Koptik yang sangat taat kepada agamanya, namun telah menghafal
beberapa surat Al-Qur’an terutama surat Maryam yang menjelaskan tentang riwayat
Maryam melahirkan Nabi Isa As., tentang bagaimana cara Nabi Ibrahim memberikan
nasihat kepada ayahnya, tentang Allah Swt yang meninggikan Nabi Idris ke tempat
yang tinggi, dan tentang Allah Swt. yang tidak beranak. Nama Maria yang
bernuansakan wanita Kristen, namun terasa begitu Islami dengan karakter yang
dibangun oleh penulis. Dan tokoh-tokoh pendukung lainnya yang penamaannya
disesuaikan dengan karakter masing-masing tokoh menjadikan cerita ini menjadi
begitu hidup.
Dalam novel ini juga sangat kental
dengan penggambaran sosial-budaya seperti pada kutipan (halaman 51,
paragraf 6) “Salah satu keindahan hidup di Me-sir adalah penduduknya
yang lembut hatinya. Jika sudah tersentuh mereka akan memperlakukan kita
seumpama raja. Mereka terkadang keras kepala, tapi jika sudah jinak dan luluh
mereka bisa melakukan kebaikan seperti malaikat. Mereka kalau marah
meladak-ledak tapi kalau sudah reda benar-benar reda kemarahannya, hilang tanpa
bekas. Tak ada dendam di belakang yang diingat sampai tujuh ketu-runan seperti
orang Jawa. Mereka mudah menerima kebenaran dari siapa saja.” Orang Amerika
digambarkan dengan cara berpakaiannya yang ala Barat dan terbuka, sedangkan
orang Mesir digambarkan dengan cara berpakaian yang ala Arab serba tertutup.
Dalam penceritaannya juga disinggung tentang budaya Indonesia yang tidak tepat
waktu atau ngaret, namun dibuktikan oleh tokoh Fahri bahwa tidak semua
orang Indonesia begitu dan tidak semua orang luar Indonesia disiplin dengan
waktu. Hal yang menjadi perhatian dalam penggambaran sosial-budaya pada novel
ini ialah sistem hukuman di Mesir bagi seseorang yang melakukan suatu
kesalahan, maka akan diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi bahkan yang
belum terbukti kesalahannya sekalipun. Mereka yang tertuduh bersalah akan disiksa
tanpa ampun hingga kebenarannya terungkap. Apalagi bagi seseorang yang
berkewarga negaraan yang hukum negaranya lemah, maka hampir tidak ada peluang
untuk bisa dibebaskan dari hukuman, bahkan mereka dipaksa untuk mengaku
kesalahan yang sebenarnya tidak ia lakukan.
Sosok Aisha, Maria, Nurul, Noura, dan
Alicia merupakan penggambaran dari karakter-karakter perempuan yang ada dalam
kehidupan nyata. Tentang bagaimana wanita dalam Islam juga sangat diutamakan
dalam novel ini dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh para
tokoh terutama Alicia yang dijawab dengan baik oleh Fahri dengan berlandaskan
dalil-dalil yang ada dan hadits serta pendapat para ulama-ulama terkemuka.
Kenapa dikatakan novel pembangun jiwa?
Karena dalam novel ini tercakup bagaimana Islam mengajarkan manusia dalam
menghadapi masalah-masalah yang merupakan ujian yang diberikan oleh Allah Swt.
Bagaimana seorang Aisha dengan ikhlas dipoligami demi suatu kebenaran. Menjaga
kesuciannya hingga cinta yang hakiki itu datang padanya. Bagaimana seorang
Fahri yang dengan begitu sabar menghadapi ujian berat yang diberikan oleh Allah
Swt kepadanya. Begitu kokohnya ia menggenggam kebenaran demi nama Tuhannya. Dan
bagaimana seorang Maria yang disentuh hatinya hingga bisa masuk Islam sebelum
ajal menjemput. Semua tergambar dengan baik di dalam Ayat-Ayat Cinta.
2. Puisi Chairil Anwar ”Aku”
Aku (Chairil Anwar)Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
ANALISIS
KRITIK PUISI CHAIRIL ANWAR “AKU”
Puisi ini ditulis CA pada masa perjuangan, dalam puisi
ini digambarkan tentang perjuangan tanpa henti, tanpa rasa putus asa. Seseorang
yang menjadi sosok aku menunjukkan perjuangan yang sangat luarbiasa. Setelah
membaca puisi ini jiwa perjuangan pembaca serasa bergairah kuat, tiba-tiba
perasaan dan semangat pembaca menjadi menggebu-gebu serta jiwa nasionalisme
terasa semakin kuat.
Hebatnya CA, ia mampu mengemas orasinya dalam
kata-kata singkat penuh makna yang begitu indahnya, sehingga tidak bosan pembaca
membaca puisi ini serta pesan yang ingin disampaikanpun tersampaikan dengan
baik. Puisi ini merupakan salahsatu karya luarbiasa yang pernah penulis baca,
karena mampu menyampaikan pesan dengan lantang dan fokal tetapi pesan utamanya
tetap Nampak jelas dan mampu diserap dengan baik oleh pembacanya.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Informasi yang terdapat dalam
makalah ini memberikan banyak pelajar untuk kita, secara khusus dalam memahami
materi mata kuliah Kajian Menulis Kritik dan Esay
melalui Pendekatan Pragmatik. Berdasarkan data dan informasi tersebut dapat
disimpulkan materi yang menjadi informasi pengetahuan dalam pendekatan
pragmatik yaitu pengertian pendekatan pragmatik secara umum, pengertian
pendekatan pragmatik menurut para ahli, sejarah pendekatan pragmatik, metode
pendekatan pragmatik, prinsip dasar pendekatan pragmatik, karakteristik
pendekatan pragmatik dalam menelaah karya sastra dan contoh menulis kritik
melalui pendekatan prakmatik.
Makalah ini membahas kaitan antara ilmu
bahasa dengan karya sastra. Pembahasa tersebut dikarenakan bahasa menjadi objek
utama untuk mengekspresikan karya sastra. Pembahasa materi ini menekankan
pemaknaan karya satra oleh pembaca atau penikmat karya sastra tersebut.
Pemaknaan karya satra yang baik
yaitu saat makna yang diharapkan seorang pengarang sampai atau dapat diterima
oleh pembaca yang menikmati karya sastra tersebut. Pembaca yang menikmati karya
sastra secara sunggunh-sungguh pasti bisa menangkap makna karya tersebut tanpa
terjadi salah makna.
Saran
Berdasarkan makalah ini kami
memberikan beberapa infomasi sebagai bentuk saran dan masukkan bagi kita untuk
memahami materi pendekatan pragmatik. Pemaknaan karya sastra oleh pembaca lebih
tepat menggunakan pendekatan pragmatik. Kami sebagai penulis juga membutuhkan
saran untuk kedepannya baik dalam proses pembuatan makalah maupun dalam
pemaknaan materi.
DAFTAR
PUSTAKA
Purwo, Bambang Kaswati. 1989. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.
Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik.
Jakarta: Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pragmatik
Pengajaran. Bandung: Angkas.
Hiory, Oky. 2012. Kritik Sastra
Objektif. (online). (http://okyhiory.blogspot.com/2012/04/kritik-sastra-kritik-sastra-objektif.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).
Putra. 2013. Pendekatan Pragmatik
dalam Kajian Puisi. (online). (http://putrap3tir.blogspot.com/2013/12/pendekatanpragmatikdalamkajianpuisi.html,
dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).
Sigondang. 2011. Jenis-Jenis
Kritik Sastra. (online). (http://www.sigodangpos.com/2011/09/jenis-jenis-kritik-sastra-dan.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).
Yusfin. 2011. Pemahaman Kritik
Pragmatik dalam Novel. (online). (http://yusfimembaca.blogspot.com/2011/11/pemahaman-kritikpragmatik-dalam-novel.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).
Yasni, Asri. 2012. Penerapan
Pendekatan Pragmatik dalam Sastra. (online).
(http://asriyasnur.blogspot.com/2012/01/penerapan-pendekatan-pragmatik-dalam.html?m=1, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).
0 comments: