Ujian Akhir Semester: Menulis Kritik Mimetik Cerpen Sang Primadona Karya A. Mustofa Bisri

Sang Primadona
Karya A. Mustofa Bisri

Apa yang harus aku lakukan? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing.
Apabila masalahku ini berlarut-larut dan aku tidak segera menemukan pemecahannya, aku khawatir akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan dan kegiatanku dalam masyarakat. Lebih-lebih terhadap dua permataku yang manis-manis: Gita dan Ragil. 

Tapi agar jelas, biarlah aku ceritakan lebih dahulu dari awal. Aku lahir dan tumbuh dalam keluarga yang -katakanlah-- kecukupan. Aku dianugerahi Tuhan wajah yang cukup cantik dan perawakan yang menawan. Sejak kecil aku sudah menjadi "primadona" keluarga. Kedua orang tuaku pun, meski tidak memanjakanku, sangat menyayangiku.        

Di sekolah, mulai SD sampai dengan SMA, aku pun --alhamdulillah-juga disayangi guru-guru dan kawan-kawanku. Apalagi aku sering mewakili sekolah dalam perlombaan-perlombaan dan tidak jarang aku menjadi juara.  

Ketika di SD aku pernah menjadi juara I lomba menari. Waktu SMP aku mendapat piala dalam lomba menyanyi. Bahkan ketika SMA aku pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat provinsi.         

Tapi sungguh, aku tidak pernah bermimpi akhirnya aku menjadi artis di ibu kota seperti sekarang ini. Cita-citaku dari kecil aku ingin menjadi pengacara yang di setiap persidangan menjadi bintang, seperti sering aku lihat dalam film. Ini gara-gara ketika aku baru beberapa semester kuliah, aku memenangkan lomba foto model. Lalu ditawari main sinetron dan akhirnya keasyikan main film. Kuliahku pun tidak berlanjut.   


Seperti umumnya artis-artis popular di negeri ini, aku pun kemudian menjadi incaran perusahaan-perusahaan untuk pembuatan iklan; diminta menjadi presenter dalam acara-acara seremonial; menjadi host di tv-tv; malah tidak jarang diundang untuk presentasi dalam seminar-seminar bersama tokoh-tokoh cendekiawan. Yang terakhir ini, boleh jadi aku hanya dijadikan alat menarik peminat. Tapi apa rugiku? Asal aku diberi honor standar, aku tak peduli.          

Soal kuliahku yang tidak berlanjut, aku menghibur diriku dengan mengatakan kepada diriku, "Ah, belajar kan tidak harus di bangku kuliah. Lagi pula orang kuliah ujung-ujungnya kan untuk mencari materi. Aku tidak menjadi pengacara dan bintang pengadilan, tak mengapa; bukankah kini aku sudah menjadi superbintang. Materi cukup."

Memang sebagai perempuan yang belum bersuami, aku cukup bangga dengan kehidupanku yang boleh dikata serba kecukupan. Aku sudah mampu membeli rumah sendiri yang cukup indah di kawasan elite. Ke mana-mana ada mobil yang siap mengantarku. Pendek kata aku bangga bisa menjadi perempuan yang mandiri. Tidak lagi bergantung kepada orang tua. Bahkan kini sedikit-banyak aku bisa membantu kehidupan ekonomi mereka di kampung. Sementara banyak kawan-kawanku yang sudah lulus kuliah, masih lontang-lantung mencari pekerjaan.    

Kadang-kadang untuk sekadar menyenangkan orang tua, aku mengundang mereka dari kampung. Ibuku yang biasanya nyinyir mengomentari apa saja yang kulakukan dan menasehatiku ini-itu, kini tampak seperti sudah menganggapku benar-benar orang dewasa. Entah kenyataannya demikian atau hanya karena segan kepada anaknya yang kini sudah benar-benar hidup mandiri. Yang masih selalu ibu ingatkan, baik secara langsung atau melalui surat, ialah soal ibadah.        

"Nduk, ibadah itu penting. Bagaimana pun sibukmu, salat jangan kamu abaikan!"

"Sempatkan membaca Quran yang pernah kau pelajari ketika di kampung dulu, agar tidak hilang."           

"Bila kamu mempunyai rezeki lebih, jangan lupa bersedekah kepada fakir miskin dan anak yatim."           

Ya, kalimat-kalimat semacam itulah yang masih sering beliau wiridkan. Mula-mula memang aku perhatikan; bahkan aku berusaha melaksanakan nasihat-nasihat itu, tapi dengan semakin meningkatnya volume kegiatanku, lama-lama aku justru risi dan menganggapnya angin lalu saja.   

Sebagai artis tenar, tentu saja banyak orang yang mengidolakanku. Tapi ada seorang yang mengagumiku justru sebelum aku menjadi setenar sekarang ini. Tidak. Ia tidak sekadar mengidolakanku. Dia mencintaiku habis-habisan. Ini ia tunjukkan tidak hanya dengan hampir selalu hadir dalam even-even di mana aku tampil; ia juga setia menungguiku shoting film dan mengantarku pulang. Tidak itu saja. Hampir setiap hari, bila berjauhan, dia selalu telepon atau mengirim SMS yang seringkali hanya untuk menyatakan kangen.       

Di antara mereka yang mengagumiku, lelaki yang satu ini memang memiliki kelebihan. Dia seorang pengusaha yang sukses. Masih muda, tampan, sopan, dan penuh perhatian. Pendek kata, akhirnya aku takluk di hadapan kegigihannya dan kesabarannya. Aku berhasil dipersuntingnya. Tidak perlu aku ceritakan betapa meriah pesta perkawinan kami ketika itu. Pers memberitakannya setiap hari hampir dua minggu penuh. Tentu saja yang paling bahagia adalah kedua orang tuaku yang memang sejak lama menghendaki aku segera mengakhiri masa lajangku yang menurut mereka mengkhawatirkan.   

Begitulah, di awal-awal perkawinan, semua berjalan baik-baik saja. Setelah berbulan madu yang singkat, aku kembali menekuni kegiatanku seperti biasa. Suamiku pun tidak keberatan. Sampai akhirnya terjadi sesuatu yang benar-benar mengubah jalan hidupku.       

Beberapa bulan setelah Ragil, anak keduaku, lahir, perusahaan suamiku bangkrut gara-gara krisis moneter. Kami, terutama suamiku, tidak siap menghadapi situasi yang memang tidak terduga ini. Dia begitu terpukul dan seperti kehilangan keseimbangan. Perangainya berubah sama sekali. Dia jadi pendiam dan gampang tersinggung. Bicaranya juga tidak seperti dulu, kini terasa sangat sinis dan kasar. Dia yang dulu jarang keluar malam, hampir setiap malam keluar dan baru pulang setelah dini hari. Entah apa saja yang dikerjakannya di luar sana. Beberapa kali kutanya dia selalu marah-marah, aku pun tak pernah lagi bertanya.         

Untung, meskipun agak surut, aku masih terus mendapatkan kontrak pekerjaan. Sehingga, dengan sedikit menghemat, kebutuhan hidup sehari-hari tidak terlalu terganggu. Yang terganggu justru keharmonisan hubungan keluarga akibat perubahan perilaku suami. Sepertinya apa saja bisa menjadi masalah. Sepertinya apa saja yang aku lakukan, salah di mata suamiku. Sebaliknya menurutku justru dialah yang tak pernah melakukan hal-hal yang benar. Pertengkaran hampir terjadi setiap hari.         

Mula-mula, aku mengalah. Aku tidak ingin anak-anak menyaksikan orang tua mereka bertengkar. Tapi lama-kelamaan aku tidak tahan. Dan anak-anak pun akhirnya sering mendengar teriakan-teriakan kasar dari mulut-mulut kedua orang tua mereka; sesuatu yang selama ini kami anggap tabu di rumah. Masya Allah. Aku tak bisa menahan tangisku setiap terbayang tatapan tak mengerti dari kedua anakku ketika menonton pertengkaran kedua orang tua mereka.           

Sebenarnya sudah sering beberapa kawan sesama artis mengajakku mengikuti kegiatan yang mereka sebut sebagai pengajian atau siraman rohani. Mereka melaksanakan kegiatan itu secara rutin dan bertempat di rumah mereka secara bergilir. Tapi aku baru mulai tertarik bergabung dalam kegiatan ini setelah kemelut melanda rumah tanggaku. Apakah ini sekadar pelarian ataukah --mudah-mudahan-- memang merupakan hidayah Allah. Yang jelas aku merasa mendapatkan semacam kedamaian saat berada di tengah-tengah majelis pengajian. Ada sesuatu yang menyentuh kalbuku yang terdalam, baik ketika sang ustadz berbicara tentang kefanaan hidup di dunia ini dan kehidupan yang kekal kelak di akhirat, tentang kematian dan amal sebagai bekal, maupun ketika mengajak jamaah berdzikir.       

Setelah itu, aku jadi sering merenung. Memikirkan tentang diriku sendiri dan kehidupanku. Aku tidak lagi melayani ajakan bertengkar suami. Atau tepatnya aku tidak mempunyai waktu untuk itu. Aku menjadi semakin rajin mengikuti pengajian; bukan hanya yang diselenggarakan kawan-kawan artis, tapi juga pengajian-pengajian lain termasuk yang diadakan di RT-ku. Tidak itu saja, aku juga getol membaca buku-buku keagamaan.           

Waktuku pun tersita oleh kegiatan-kegiatan di luar rumah. Selain pekerjaanku sebagai artis, aku menikmati kegiatan-kegiatan pengajian. Apalagi setelah salah seorang ustadz mempercayaiku untuk menjadi "asisten"-nya. Bila dia berhalangan, aku dimintanya untuk mengisi pengajian. Inilah yang memicu semangatku untuk lebih getol membaca buku-buku keagamaan. O ya, aku belum menceritakan bahwa aku yang selama ini selalu mengikuti mode dan umumnya yang mengarah kepada penonjolan daya tarik tubuhku, sudah aku hentikan sejak kepulanganku dari umrah bersama kawan-kawan. Sejak itu aku senantiasa memakai busana muslimah yang menutup aurat. Malah jilbabku kemudian menjadi tren yang diikuti oleh kalangan muslimat.           

Ringkas cerita; dari sekadar sebagai artis, aku berkembang dan meningkat menjadi "tokoh masyarakat" yang diperhitungkan. Karena banyaknya ibu-ibu yang sering menanyakan kepadaku mengenai berbagai masalah keluarga, aku dan kawan-kawan pun mendirikan semacam biro konsultasi yang kami namakan "Biro Konsultasi Keluarga Sakinah Primadona". Aku pun harus memenuhi undangan-undangan --bukan sekadar menjadi "penarik minat" seperti dulu-- sebagai nara sumber dalam diskusi-diskusi tentang masalah-masalah keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan bahkan politik. Belum lagi banyaknya undangan dari panitia yang sengaja menyelenggarakan forum sekadar untuk memintaku berbicara tentang bagaimana perjalanan hidupku hingga dari artis bisa menjadi seperti sekarang ini.   

Dengan statusku yang seperti itu dengan volume kegiatan kemasyarakatan yang sedemikian tinggi, kondisi kehidupan rumah tanggaku sendiri seperti yang sudah aku ceritakan, tentu semakin terabaikan. Aku sudah semakin jarang di rumah. Kalau pun di rumah, perhatianku semakin minim terhadap anak-anak; apalagi terhadap suami yang semakin menyebalkan saja kelakuannya. Dan terus terang, gara-gara suami, sebenarnyalah aku tidak kerasan lagi berada di rumahku sendiri.    

Lalu terjadi sesuatu yang membuatku terpukul. Suatu hari, tanpa sengaja, aku menemukan sesuatu yang mencurigakan. Di kamar suamiku, aku menemukan lintingan rokok ganja. Semula aku diam saja, tapi hari-hari berikutnya kutemukan lagi dan lagi. Akhirnya aku pun menanyakan hal itu kepadanya. Mula-mula dia seperti kaget, tapi kemudian mengakuinya dan berjanji akan menghentikannya.    

Namun beberapa lama kemudian aku terkejut setengah mati. Ketika aku baru naik mobil akan pergi untuk suatu urusan, sopirku memperlihatkan bungkusan dan berkata: "Ini milik siapa, Bu?"      

"Apa itu?" tanyaku tak mengerti.       
"Ini barang berbahaya, Bu," sahutnya khawatir, "Ini ganja. Bisa gawat bila ketahuan!"
"Masya Allah!" Aku mengelus dadaku. Sampai sopir kami tahu ada barang semacam ini. Ini sudah keterlaluan.   

Setelah aku musnahkan barang itu, aku segera menemui suamiku dan berbicara sambil menangis. Lagi-lagi dia mengaku dan berjanji kapok, tak akan lagi menyentuh barang haram itu. Tapi seperti sudah aku duga, setelah itu aku masih selalu menemukan barang itu di kamarnya. Aku sempat berpikir, jangan-jangan kelakuannya yang kasar itu akibat kecanduannya mengonsumsi barang berbahaya itu. Lebih jauh aku mengkhawatirkan pengaruhnya terhadap anak-anak.      

Terus terang aku sudah tidak tahan lagi. Memang terpikir keras olehku untuk meminta cerai saja, demi kemaslahatanku dan terutama kemaslahatan anak-anakku. Namun seiring maraknya tren kawin-cerai di kalangan artis, banyak pihak terutama fans-fansku yang menyatakan kagum dan memuji-muji keharmonisan kehidupan rumah tanggaku. Bagaimana mereka ini bila tiba-tiba mendengar --dan pasti akan mendengar-- idolanya yang konsultan keluarga sakinah ini bercerai? Yang lebih penting lagi adalah akibatnya pada masa depan anak-anakku. Aku sudah sering mendengar tentang nasib buruk yang menimpa anak-anak orang tua yang bercerai. Aku bingung.   

Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mengorbankan rumah tanggaku demi kegiatan kemasyarakatanku, ataukah sebaiknya aku menghentikan kegiatan kemasyarakatan demi keutuhan rumah tanggaku? Atau bagaimana? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing!
  

Kritik Karya Sastra Menggunakan Pendeketan Mimetik Cerpen” Sang Primadona” Karya A. Mustofa Bisri

Cerpen Sang Primadona sangat lekat sekali dengan kehidupan nyata. Pada bagian awal cerita dikisahkan bahwa sang primadona adalah seorang yang berbakat dari kecil. Dia sering menjadi juara tari, menyanyi maupun model dan dia juga disayangi guru-guru karena sering menjadi juara. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan nyata bahwa keluarga yang berkecukupan mampu mengkursuskan anak-anaknya untuk les tari, nyanyi maupun medel. Hal tersebut terdapat dalam kutipan.
“Di sekolah, mulai SD sampai dengan SMA, aku pun --alhamdulillah-juga disayangi guru-guru dan kawan-kawanku. Apalagi aku sering mewakili sekolah dalam perlombaan-perlombaan dan tidak jarang aku menjadi juara. Ketika di SD aku pernah menjadi juara I lomba menari. Waktu SMP aku mendapat piala dalam lomba menyanyi. Bahkan ketika SMA aku pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat provinsi.”
Dengan bakatnya tersebut dia berhasil menjadi artis ibukota yang terkenal. Dengan segala kemudahan sehingga dia melupakan pendidikannya. Dia tidak melanjutkan kuliahnya, karena dari segi finansial dia sudah mendiri dan mampu membantu saudara-saudaranya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut.
“Soal kuliahku yang tidak berlanjut, aku menghibur diriku dengan mengatakan kepada diriku, "Ah, belajar kan tidak harus di bangku kuliah. Lagi pula orang kuliah ujung-ujungnya kan untuk mencari materi. Aku tidak menjadi pengacara dan bintang pengadilan, tak mengapa; bukankah kini aku sudah menjadi superbintang. Materi cukup."
Cerminan tersebut sering terjadi pada kehidupan artis-artis ibukota yang sudah terlena materi berlimpah sehingga sering mengesampingkan urusan pendidikan. Banyak artis yang lebih mementingkan karir dari pada pendidikan meskipun ada juga artis yang tetap menomor satukan pendidikan.  Selain itu kehidupan artis identik dengan kemapanan dari segi finansial, hal ini tercermin dalam kutipan.
“Aku sudah mampu membeli rumah sendiri yang cukup indah di kawasan elite. Ke mana-mana ada mobil yang siap mengantarku. Pendek kata aku bangga bisa menjadi perempuan yang mandiri. Tidak lagi bergantung kepada orang tua. Bahkan kini sedikit-banyak aku bisa membantu kehidupan ekonomi mereka di kampung.
        Selanjutnya realitas yang tercermin dalam kehidupan artis adalah kehidupan asli dari artis sendiri, terutama kehidupan keluarga, terutama orang tuanya. Bagaimana sikap orang tua yang mempunyai anak seorang artis. Dalam cerpen ini dikisahkan sang primadona mempunyai seorang ibu yang perhatian terhadap anaknya, beliau sering menasihati anaknya agar selalu ingat salat, ibadah dan sedekah kepada anak yatim. Bukankah hal ini sudah sangat dekat sekali dengan dunia nyata. Karena sejatinya orang tua manapun pasti sering memberi nasihat dan memperhatikan anaknya, jangan sampai anaknya salah jalan. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
“Nduk, ibadah itu penting. Bagaimana pun sibukmu, salat jangan kamu abaikan!Sempatkan membaca Quran yang pernah kau pelajari ketika di kampung dulu, agar tidak hilang. Bila kamu mempunyai rezeki lebih, jangan lupa bersedekah kepada fakir miskin dan anak yatim.”
        Dalam kehidupan nyata tidak selamanya kehidupan selalu berjalan mulus. Begitu juga dalam kehidupan rumah tangga. Dalam cerpen ini, pada awal-awal perkawinan sang primadona tetap berjalan baik-baik saja, tetapi pada akhirnya terjadi krisis moneter dan mengakibatkan perusahaan suaminya bangkrut, dan sikap suaminya berubah dan mulai berperangai kasar. Dalam kehidupan nyata, kehidupan rumah tangga juga tidak selalu mulus, pasti ada keributan-keributan kecil yang menjadi rintangan, tinggal bagaimana kita menyikapinya.
        Dalam kehidupan, pastilah kita sering jenuh dengan rutinitas yang kita lakukan, sehingga cara mengatasinya yaitu lebih mendekatkan diri dengan kegiatan keagamaan. Dengan begitu kita merasa lebih tenang, begitu juga dalam cerpen Sang Primadona, disini dia merasa penat dengan masalah yang terdapat dalam rumah tangganya. Sehingga sang primadona memilih untik sering mengikuti pengajian-pengajian. Hal ini sering kita lihat dalam kehidupan artis-artis ibukota, banyaknya artis yang mulai tertarik dalam kegiatan keagamaan mencerminkan jika kegiatan religi memang sangat berpengaruh mengingat kejenuhan pasti sering melanda para artis. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
“Aku menjadi semakin rajin mengikuti pengajian; bukan hanya yang diselenggarakan kawan-kawan artis, tapi juga pengajian-pengajian lain termasuk yang diadakan di RT-ku. Tidak itu saja, aku juga getol membaca buku-buku keagamaan.
        Kesibukan seorang artis terkenal dan telah aktif dalam masyarakat, pastilah sangat menggangu pertemuan dengan keluarga maupun anak-anak. Dalam cerpen Sang Primadona, diceritakan bahwa Sang primadona merasa tidak kerasan di rumah akibat ulah suaminya yang berubah dan sering marah-marah. Dan dia pun jarang berkumpul dengan anak-anaknya. Dia menyibukkan diri dengan mengurus pengajian dan menjadi salah satu panitia kegiatan keagamaan. Dan pada suatu hari dia menemukan bahwa suaminya terlibat dalam narkoba, hal ini rupanya yang membuat sikap suaminya berubah. Akhirnya dia ingin bercerai dengan suaminya. Hal tersebut sering terjadi dalam dunia nyata, terutama dalam dunia selebriti, kasus kawin-cerai sering terjadi dalam kehidupan artis. Salah satu penyebabnya yaitu masalah yang dialami seperti tokoh Sang Primadona. Seorang suami yang terlibat narkoba. Hal ini tidak hanya terjadi di dunia keartisan saja, tetapi juga sering terjadi dalam dunia nyata. Masalah narkoba menjadi masalah yang pelik dan perlu penanganan khusus.





Ujian Akhir Semester: Menulis Esai Panjang Dengan Judul Sudah Siapkah?

Sudah Siapkah ?

Kemajuan zaman tak terasa seiring dengan perkembangan teknologi. Teknologi akan bermanfaat apabila digunakan dengan baik. Sebaliknya,  penyalahgunaan teknologi hanya akan mengakibatkan kerusakan pada tatanan kehidupan dunia.
Dunia memang sedang mencari keseimbangan. Di tengah maraknya fenomena perilaku menyimpang dari moral yang melibatkan pelajar sebagai pelakunya, seperti seks bebas, pornografi, penyalahgunaan narkoba dan miras (minuman keras). Bahkan, kasus-kasus korupsi, kolusi, dan manipulasi banyak melibatkan orang-orang yang terdidik dan terpelajar. Hal ini, merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan yang idealnya melahirkan generasi-generasi yang berguna bagi masa depan bangsa dan negara.
Bukan hanya itu saja, Sistem Pendidikan di Indonesia kini dirasa kurang tepat untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.  Pelajar atau peserta didik cenderung berfikir untuk mendapatkan nilai setinggi - tingginya daripada memperoleh ilmu yang sebanyak-banyaknya. Pendidikan yang baik, seharusnya lebih memfokuskan minat dan bakat siswa pada suatu hal. Pada kenyataanya, peserta didik dihadapkan dengan bermacam-macam mata pelajaran yang terkadang masih dibagi-bagi lagi menjadi sub mapel. Mengapa demikian? Alasannya agar setiap materi lebih mudah dipelajari oleh peserta didik. Namun, faktanya perincian tersebut malah merugikan peserta didik karena konsentrasi peserta didik terpecah atau terbagi-bagi.
Sebenarnya, Kurikulum Pendidikan di Indonesia sudah memiliki tujuan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia yang mulai mengalami miskin martabat dari waktu ke waktu. Tetapi, penerapan konsep kurikulum yang awam ini dirasa masih sangat berantakan. Masih sangat banyak orang yang menyepelekan cara penerapan kurikulum dengan baik dan benar. Mereka tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan kesalahan fatal yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Sesempurna apapun kurikulum disusun, namun jika pelaksanaannya tidak dilakukan secara maksimal, maka kurikulum tersebut hanya akan menghambat perkembangan sistem pendidikan di suatu negara.
Kini, cara memaksimalkan penerapan sistem pendidikan di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar bagi pemerintah dan masyarakat. Apalagi, semakin banyak masalah di dunia pendidikan yang muncul dengan bertubi-tubi.
Salah satu contoh masalah utama yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan adalah  banyaknya penduduk Indonesia yang mengesampingkan pendidikan. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan untuk membendung hal tersebut.  Pemerintah membentuk program wajib belajar 9 tahun dan juga program sekolah gratis. Namun, progarm-program tersebut belum bisa merambah ke pelosok - pelosok desa. Khususnya pada masyarakat kalangan bawah.
Bagaimana nasib bangsa Indonesia di masa depan, apabila generasi muda putus sekolah karena tidak memiliki biaya? Maka, bangsa Indonesia akan tenggelam dari era globalisasi ini dan hanya bisa kita lihat namanya di buku-buku sejarah kelak.
Lalu, langkah apa yang dapat kita ambil untuk mengatasi masalah tersebut sebagai seorang pelajar? Sebagai peserta didik yang baik sudah selayaknya kita harus bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan melakukan hal tersebut, kita telah mendukung perkembangan sistem pendidikan di Indonesia serta mengurangi masalah-masalah yang terjadi pada dunia pendidikan. Selain itu, kita juga telah menerapkan kurikulum yang ada di Indonesia dengan melakukan hal positif dan menghalau dampak negatif globalisasi yang telah merajalela.
Sebagai pelajar, kita harus beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mendekatkan diri pada Tuhan, maka kita telah membangun benteng keimanan agar tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri dan masyarakat luas.
 Memiliki sikap kritis dan rasional dalam menghadapi berbagai hal juga perlu kita terapkan. Untuk itu, diperlukan kreatifitas dan potensi diri. Dalam  menyempurnakan kreatifitas, kita membutuhkan potensi, kemampuan, serta wawasan pengetahuan yang luas. Dengan memiliki hal tersebut, maka kita dapat menyelesaikan berbagai masalah yang kita hadapi. 
Setiap orang tentunya harus memiliki tanggung jawab tinggi karena tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting. Pelajar yang memiliki tanggung jawab akan dengan mudah menyelesaikan berbagai masalah dan  dihormati oleh orang lain. Karena pada hakikatnya, seorang pelajar nantinya akan menjadi pemimpin yang diharapkan bisa lebih baik dari pemimpin  - pemimpin yang sebelumnya.
Sebagai warga negara, sudah pasti kita mengharapkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang memiliki kepribadian, harkat, serta martabat yang  baik. Untuk itu, kita harus melakukan tindakan demi menjunjung tinggi harkat martabat bangsa Indonesia yang semakin lama semakin menghilang.
Bagaimana ? Sudah siapkah kita memajukan pendidikan serta menjunjung harkat bangsa Indonesia ?
Ya. Kita Harus Siap !!






Makalah Menulis Kritik dan Esai: Pendekatan Pragmatik

Tugas Kelompok                                                        Dosen Pengampuh
Kelompok 08                                                               Elvrin Septyanti, S.Pd., M. Pd.


MENULIS KRITIK DAN ESAI
(Menulis Kritik Pendekatan Pragmatik)


OLEH:

Yesi Kamala Sari                          (1505115854)
Elvi Yana Barus                           (1505116616)
Ansori Ramadhan                         (1505116685)
Alya Surya Novriani                     (1505117049)
Elizabeth Ana Agustin                  (1505117298)
Dini Maulani                               (1505121596)
Putri Intania Syafitri                     (1505122205)
Riein Fujiarti Ali                          (1505123333)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas kasih dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Menulis Kritik dan Esai. Tujuan dari makalah ini yaitu menambah pengetahuan, memperluas wawasan, mempermudah memahami dan mempelajari materi yang menjadi topik utama pembahasan dalam makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini kami mendapatkan bantuan berupa materi dan informasi dari beberapa pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Elvrin Septyanti, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Menulis Kritik dan Esai yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami telah berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila masih terdapat kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami berharap makalah ini  dapat bermanfaat  bagi kita semua, untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta mempermudah dalam memahami materi yang ada dalam makalah ini.

Pekanbaru, 15 Mei 2017

Penulis










BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Prosa merupakan satu di antara karya sastra yang menjadi acuan utama dunia sastra. Prosa merupakan jenis karya satra yang dibedakan dari puisi karena tidak terikat oleh kaidah puitika. Prosa lebih cendrung memakai bahasa sehari-hari. Namun, ada juga yang disebut prosa puitis atau prosa lirik atau prosa berirama.
Menjadi seorang pembaca tentulah menjadi seseorang yang dapat menilai sebuah karya atau bacaan. Sama halnya dengan sebuah karya sastra yang sifatnya prosa, pemahaman akan keindahan karya tersebut ada di tangan pembaca. Pemahaman akan karya sastra dapat dilakukan dengan menggunakan atau menerapkan pendekatan pragmatik sebagai bentuk pendekatan kritik sastra.
Pendekatan pragmatik akan menunjukkan sejauh mana keberhasilan seorang pengarang terhadap karyanya, yang dinilai secara langsung oleh pembacanya. Artinya pendektan pragmatik lebih menekankan pada pemahaman akan makna sebuah karya. Kesuksesan seorang pengarang dapat kita lihat dan rasakan saat pemaknaan akan sebuah karya sastra yang bersifat prosa tersebut sama antara pemaknaan yang diberikan pengarang terhadap karya sastra tersebut  dengan pemaknaanyang didapat pembaca dari karya sastra tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pragmatik?
  2. Apa pengertian pendekatan pragmatik menurut para ahli?
  3. Bagaimana sejarah pendekatan pragmatik?
  4. Apa metode pendekatan praagmatik dan prinsip-prinsip dasar pendekatan praagmatik ?
  5. Apa karakteristik pendekatan pragmatik dalam menelaah karya sastra?
  6. Bagaimana contoh kritik pragmatik dalam novel ayat-ayat cinta dan puisi Chairil Anwar ”Aku”?
1.3. Tujuan
  1. Untuk mendiskripsikan pengertian pendektan pragmatik.
  2. Untuk mendiskripsikan pengertian pragmatik menurut para ahli.
  3. Untuk mendiskripsikan sejarah lahirnya pendekatan pragmatik.
  4. Untuk mendiskripsikan metode pendekatan pragmatik dan prinsip-prinsip dasar pendekatan praagmatik.
  5. Untuk mendiskripsikan karakteristik pendekatan pragmatik dalam menelaah karya sastra.
  6. Untuk mengetahui bagaimana membuat kritik pragmatik dalam novel ayat-ayat cinta dan puisi Chairil Anwar ”Aku”.









BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Pendekatan Pragmatik
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra. Munculnya pendekatan pragmatik bertolak dari teori resepsi sastra dalam khasanah pemahaman karya sastra yang merupakan reaksi terhadap kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan struktural. Sebab pendekatan struktural ternyata tidak mampu berbuat banyak dalam upaya membantu seseorang dalam menangkap dan memberi makna karya sastra. Pendekatan struktural hanya dapat menjelaskan lapis permukaan dari teks sastra karena hanya berbicara tentang struktur atau interalasi unsur-unsur dalam karya sastra. Banyak segi lain yang diperlukan untuk lebih menjelaskan makna karya sastra. Untuk dapat menangkap segi-segi lain itu para pakar mengemukakan sebuah pendekatan baru, yaitu pendekatan pragmatik.
Pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral agama atau tujuan yang lainnya. Pendekatan pragmatik mengkaji karya sastra berdasarkan fungsinya untuk memberikan tujuan-tujuan tertentu bagi pembacanya. Semakin banyak nilai-nilai, ajaran-ajaran yang diberikan kepada pembaca maka semakin baik karya sastra tersebut.
Definisi lain mengatakan bahwa pendekatan pragmatik adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pembaca memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan sebuah karya yang merupakan karya sastra atau bukan. Horatius dalam art poetica menyatakan bahwa tujuan penyair ialah berguna atau memberi nikmat, ataupun sekaligus memberikan manfaat dalam kehidupan. Dari pendapat inilah dimulai pendekatan pragmatic, (Wahyudi Siswanto, 2008: 181-191).
Pendekatan Pragmatik memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca, dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan Pragmatik dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif. Subjek pragmatik dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang berbagai objek yang sama, yaitu karya sastra. Perbedaanya, pengarang merupakan subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus, fungsi-fungsinya dihilangkan, bahkan pada gilirannya pengarang ditiadakan. Sebaliknya, pembaca yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang proses kreativitas diberikan tugas utama bahkan dianggap sebagai penulis.
Pendekatan pragmatik dengan demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca tersebut. Secara histories (Abrams, 1976:16) pendekatan pragmatik telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica (Hoatius). Meskipun demikian, secara teoritis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik. Stagnasi srukturalisme memerlukan indikator lain sebagai pemicu proses estetis, yaitu pembaca (Mukarovsky).
Tahap tertentu pada pendekatan pragmatik memilik hubungan yang cukup dekat dengan sosiologi, yaitu dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatik memliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyrakat, perkembangan dan penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatik secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat karya sastra tanpa batas.
Pendekatan pragmatik mempertimbangkan indikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan mempertimbangkan indikator karya sastra dan pembaca, maka masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatik, di antaranya berbagai tanggapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra, baik sebagai pembaca eksplisit, maupun implicit, baik dalam kerangka sinkronis maupun diakronis. Teori-teori postrukturalisme sebagian besar bertumpu pada kompetensi pembaca sebab samata-semata pembacalah yang berhasil untuk mengevokasi kekayaan khazanah kultural bangsa.
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama pada peran pembaca. Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang puisi sebagai sesuatu yang dibangun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audience (pembaca atau pendengar), baik berupa efek kesenangan estetik ataupun ajaran atau pendidikan maupun efek-efek yang lain. Pendekatan ini cenderung menilai puisi berdasarkan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan tersebut. Selain itu, pendekatan ini menekankan strategi estetik untuk menarik dan mempengaruhi tanggaan-tanggapan pembacanya kepada masalah yang dikemukakan dalam puisi. Dua pembaca yang sama akan menerima pesan yang berbeda walaupun mereka dihadapkan pada puisi yang sama (Damono, 1983).
Sebagai suatu pendekatan untuk mencari kebenaran dalam teks sastra, pendekatan pragmatik memiliki relevansi dengan sistem kefilsafatan pragmatik Heraklitus dalam Graff et.al. (1996:167) mengembangankan teori kefilsafatan yang mirip dengan pragmatik modern. Konsep Heraklitus yang terkenal adalah “Tidak ada realitas yang bersifat absolut, demikian juga halnya dengan kebenaran nilai-nilai. Realitas, kebenaran, dan nilai-nilai merupakan sesuatu yang selalu berubah, sehingga itu sendirilah yang bersifat permanen”. Dengan kata lain, hanya dengan indra penyerapan (the sense pf perception) itulah yang memiliki pengetahuan yang menyadari karakter perubahan pengetahuan.
Lavinson yang dirujuk Nababan (1987:2) mengartikan pragmatik sebagai kajian hubungan antarbahasa dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di dalam pengertian ini terlihat bahwa pemahaman bahasa merujukpada fakta bahwa untuk mengerti suatu ungkapan bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yaitu hubungan dengan konteksnya.
Berdasarkan beberapa literatur yang berkaitan dengan pendekatan pragmatik, ada pula yang menekankan kepada struktur bahasa, aspek makna tertentu, dan hakikat ketergantungan dengan konteks sebagai berikut.
  1. Pragmatik adalah studi tentang hubungan-hubungan antar bahasa dengan konteks yang gramatikalisasi atau dikodekan dalam struktur suatu bahasa.
  2. Pragmatik adalah studi tentang semua aspek makna yang tidak terliput dalam teori semantik.
  3. Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar untuk uraian pemahaman bahasa.
  4. Pragmatik adalah studi tentang kemampuan pemakaian bahasa untuk memadatkan kaliamat dengan kontek yang tepat.
  5. Pragmatik adalah studi tentang dieksis, implikasi, prasuposisi, tidak ujar, dan aspek struktur wacana.
Berdasarkan informasi tersebut, pendekatan pragmatik yang dimaksud adalah cara mengkaitkan hubungan bahasa sebagai median ekspresif karya satra dengan interperator atau penafsir sebagaimana pengertian pragmatik yang dirumuskan oleh Morris dalam Tarigan dan van Dijk terdahulu.
B. Pengertian Pendekatan Pragmatik Menurut para Ahli
Secara umum pendekatan pragmatik adalah pendekatan kritik sastra yang ingin memperlihatkan kesan dan penerimaan pembaca terhadap karya sastra dalam zaman ataupun sepanjang masa.
Sedangkan menurut para ahli mendefinisikan pendekatan pragmatik adalah sebagai berikut:
  1. Menurut Teeuw, 1994 teori pendekatan pragmatik adalah salah satu bagian ilmu sastra yang merupakan pragmatik kajian sastra yang menitik beratkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna terhadap karya satra.
  2. Relix Vedika (Polandia), pendekatan pragmatik merupakan pendekatan yang tak ubahnya artefak (benda mati) pembacanyalah yang menghidupkan sebagai proses konkritasi.
  3. Dawse dan User 1960, pendekatan pragmatik merupakan interpensi pembaca terhadap karya sastra ditentukan oleh apa yang disebut “horizon penerimaan” yang mempengaruhi kesan tanggapan dan penerimaan karya sastra.
Pendekatan ini menganut prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberi kesenangan dan kaidah bagi pembacanya dengan begitu pendekatan ini menggabungkan unsur pelipur lara dan unsur dedaktif. Pemanfaatan pendekatan ini harus berhadapan dengan realitifitas konsep keindahan dan konsep nilai dedaktif. Setiap genersai, setiap kurun tertentu diharuskan menceritakan nilai keindahan hal itu tidak berarti bahwa interprestasi hanya subjektif belaka.
C. Sejarah Pendekatan Pragmatik
Pada tahun 1960 muncul dua orang tokoh ilmu sastra di Jerman Barat kedua tokoh itu adalah Hans Robert dan Wolfgangler. Keduanya mengembangkan ilmu sastra yang memberikan penekanan terhadap pembaca sabagai pemberi makna karya satra.
Pada tahun 1967 (Teeuw, 1984: 5) ia mengatakan bahwa penelitian sejarah di Eropa sejak lama telah melalui jalan buntu. Hal ini karena pendekatan penulisan sejarah sastra tidak berdasarkan situasi zaman sejak zaman Romantik, dengan adanya paham Nasionalisme,  maka pendekatan penulis sejarah sastra disejajarkan dengan sejarah nasional, dan pendekatan lain yang tidak menghiraukan dinamika sastra terus menerus, entah pada suatu bangsa, suatu periode, suatu angkatan dan suatu zaman.
Hal yang diterima dan dipahami oleh pembaca berpengaruh besar pada perkembangan karya sastra selanjutnya, baik dari segi estentik maupun dari segi sejarah, dari segi estentik karya sastra sebagai seni, pembaca akan menentukan apakah estentik yang mendasari karya sastra diterima atau ditolak. Oleh sebab itu yang dipentingkan dalam pendekatan yang menekankan peranan pembaca sebagai pemberi makna bukanlah atau keindahan  abadi suatu karya sastra, melainkan penerimaan karya sastra pada waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Tokoh utama dalam karya sastra yang menekankan peranan pembaca ialah Hans Robert Jousz dalam makalahnya yang bejudul literature alas provocation (sejarah sastra sebagai tantangan). Ia melancarkan gagasan-gagasan baru yang sempat menggoncangkan dunia. Ilmu sastra tradisional setelah memberi ringkasan mengenai sejarah sastra antara lain dari aliran marsisme dan formalisme. Menghilangkan faktor yang terpenting dalam proses semiotik yang disebut kesusastraan sastra, dan sikap komunikasinya yang mrnggambarkan hubungan dialog dan proses antara karya sastra dan pembaca. Yaitu pembacalah yang menilai, menafsirkan, memahami dan menikmati karya sastra untuk menentukan nasib dan peranannya dari segi sejarah dan estetis.
Peneliti sejarah sastra bertugas menelusuri resepsi karya sastra sepanjang zaman, keindahan dalam pengertian yang bergantung pada situasi dan latar belakang sosio budaya sipembaca dan ilmu sastra harus meneliti hal itu.


D. Metode Pendekatan Pragmatik dan Prinsip-prinsip dasar Pendekatan Pragmatik
Penelitian resepsi pembaca terhadap karya sastra dapat menggunakan beberapa meatode pendekatan,antara lain pendekatan yang bersifat eksperimental, melalui karya sastra yang mementingkan karya sastra yang terikat pada masa tertentu ada pada golongan masyarakat tertentu.
  1. Kepada pembaca, perorangan atau kelompok disajikan atau diminta pembaca karya sastra, sejumlah pertanyaan dalam teks atau angket yang berisi tentang permintaan, tanggapan, kesan, penerimaan terhadap karya yang dibaca tersebut.untuk diisi jawaban-jawaban itu nanti ditabulasi dan dianalisis.
  2. Kepada pembaca perorangan atau kelompok, diminta pembaca karya sastra, kemudian ia diminta untuk menginterpretasikan karya sastra tersebut. Interpretasi-interpretasi yang dibuat tersebut dianalisis secara  kualitatif untuk melihat bagaimana penerimaan atau tanggapan terhadap karya sastra.
  3. Kepada masyarakat tertentu diberikan angket untuk melihat prestasi mereka terhadap karya sastra, misalnya melihat prestasi sekelompok kritikus terhadap kontenporer persepsi masyarakat tertentu terhadap karya sastra daerahnya sendiri.
Prinsip-prinsip Dasar Pendekatan Pragmatik
Landasan pendekatan pragmatik adalah bertolak dari teori resepsi sastra, maka landasan dasarnyapun dalam mengkaji karya sama dengan tempat ia berpijak tersebut. Sebagai suatu pendekatan dalam memahami karya sastra, pragmatisme mempunyai prinsip sebagai berikut.
  1. Otonomi karya sastra dianggap tidak relevan dalam kajian karya sastra, karena terlalu menganggap karya sastra sebagai struktur yang otonom. Padahal  karya sastra tersebut tidak mempunyai wujudannya sendiri sampai dibaca. Karena itu untuk dapat memahami sebuah karya sastra, pendekatan pragmatik tidak terlalu terikat pada struktur sastra semata, melainkan juga kepada faktor yang ada pada diri pembaca secara kontekstual. Oleh karena itu, bentuk telaahnya kompleks daripada pendekatan struktural yang hanya tertuju pada bangun struktur saja.
  2. Pendekatan pragmatik dibilang karya sastra sebagai artefak, pembacalah yang menghidupkannya melalui proses konkretisasi. Karya sastra hanya menyediakan kode makna, sedangkan makna itu sendiri diberikan oleh pembaca. Karya sastra tidak mengikat pembaca, tetapi menyediakan tempat yang kosong untuk diisi oleh pembaca. Maksudnya adalah bahwa teks sastra seperti puisi  tidak pernah mempunyai makna yang terumus dengan sendirinya, sehingga diperlukan tindakan pembaca untuk merumuskannya.
  3. Pembaca bukanlah pribadi yang tetap dan sama, melainkan selalu berubah dan berbeda. Oleh karena pembaca dalam melakukan proses pemahaman dipengaruhi oleh horison penerimaannya, maka subjektivitas pembaca mungkin berbeda  antara satu dengan lainnya. Itulah sebabnya teknik telaahnya pragmatis dan dialektik.
  4. Teks sastra selalu menyajikan ketidak pastiaan makna, sehingga memungkinkan pembaca untuk memaknai dan memahaminya secara terbuka lebar (Teeuw 1984; Junus 1985; Salden 1986; dan Jefferson & Robey 1988). Ketidakpastiaan iitulah mengapa pangkal tolak telaah pendekatan pragmatik ini dalam mengapresiasi karya sastra pada persepsi pembaca.
E. Karakteristik Pendekatan Pragmatik dalam Menelaah Karya Sastra
Bertolak dari hakikat dan prinsip dasar pendekatan pragmatik di atas, dapat dirumuskan bahwa pendekatan pragmatik dalam menelaah karya sastra adalah sebagai berikut.
  1. Asumsi dasar pendekatan pragmatik bahwa karya sastra sesuatu yang bersifat artefak. Ia merupakan suatu benda yang belum mempunyai jiwa, dan baru mempunyai jiwa bila dinikmati  atau dipahami.
  2. Bentuk telaah kompleks, karena dalam menentukan makna atau unsur intrinsik, melainkan juga unsur ekstrinsik seperti pengarang, pembaca dan genetik karya sastra.
  3. Dalam menelaah, unsur yang menjadi objek telaah mencakup seluruh  unsur, baik fisik maupun unsur batin dan unsur-unsur lain yang dapat dijadikan acuan untuk mengkongkretisasikan  makna yang abstrak.
  4. Proses telaah dimulai dari resepsi personal pembaca keseluruhan bagian dan mencari hubungan struktur bagian kemudian menempatkan struktur keseluruhan menjadi struktur bagian dalam struktur yang lebih besar untuk dapat dikonkretisasikan melalui proses redeskripsi.
  5. Teknik telaah pragmatis dan dialektik, yaitu dengan melibatkan pengalaman  pembaca, pengarang, di samping unsur  intrinsik yang menjadi acuan telaah.
  6. Dasar pertimbangan dalam penentuan makna adalah perpaduan unsur intrinsik dengan unsur ekstrinsik serta faktor genetik dan pengalaman yang dipunyai  pembaca.
  7. Pangkal tolak telaah dari resepsi pembaca terhadap unsur bangun karya sastra.
  8. Esensi karya sastra adalah makna setiap unsur, hubungan antara unsur dan keterpaduannya dihubungkan dengan konteks kesemestaan dan sistem kognisi pembaca.
  9. Unsur pengarang dan pembaca dipertimbangakan dalam menelaah sebagai bagian dari genetik untuk kesempurnaan makna.


F. Contoh Kritik Pragmatik Novel Ayat-ayat Cinta dan Puisi Chairil Anwar ”Aku
1.      Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el Shirazy
SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT CINTA
Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman el Shirazy mengisahkan ten-tang seorang tokoh bernama Fahri yang merupakan pemuda dari Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Mesir. Adapun syarat untuk bisa menjadi pelajar di Universitas Al-Azhar adalah harus dapat menghapal Al-Quran. Fahri yang merupakan pribadi  yang sangat menjunjung nilai-nilai keimanan dalam aga-ma Islam tentu saja hapal Al-Quran. Nilai-nilai keimanan itulah yang dia praktik-kan dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun ia tinggal di sebuah rumah susun tanpa sanak keluarga dari In-donesia, namun dia beruntung karena mengenal keluarga yang begitu baik pada-nya, keluarga Maria. Maria adalah putri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Bera-sal dari keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Meskipun seorang gadis dari penganut Kristen, Maria mampu menghafal Quran surat Maryam dan Al-Maidah.
Pertemuan Fahri dengan Maria berawal ketika Fahri pindah ke sebuah ru-mah lantai satu yang letaknya di bawah rumah Maria. Sejak itu mereka saling me-ngenal walau tidak begitu akrab. Suatu hari, ketika akan melakukan perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra El-Kaima ujung Utara kota Cairo, Maria memanggil Fahri dan meminta Fahri untuk bisa menitipkan disket yang ingin ia beli.
Di dalam metro menuju tempat tujuan, Fahri berkenalan dengan seorang pemuda Mesir bernama Ashraf yang juga seorang muslim. Mereka bercerita ba-nyak tentang Islam. Tak lama kemudian, 3 orang bule yang berkewarganegaraan Amerika naik ke dalam metro tersebut. Salah satu dari bule tersebut adalah seo-rang nenek yang kelihatannya sudah sangat lelah, namun mereka tidak dipeduli-kan karena dianggap kurang beradab oleh masyarakat Mesir. Ketiga bule tersebut berpakaian yang tidak sesuai dengan budaya orang Mesir sehingga tidak ada satu-pun di antara penumpang bis yang mau memberikan tempat duduk kepada mere-ka. Namun salah satu penumpang bis, Aisha tergerak hatinya untuk memberikan tempat duduknya kepada nenek yang tampaknya tidak sanggup lagi untuk berdiri. Di sinilah awal terjadinya perdebatan. Orang-orang Mesir kemudian mengeluar-kan kata-kata pedas kepada Aisha karena perbuatan Aisha yang memberikan tem-pat duduk kepada orang Amerika dianggap sebagai suatu kesalahan besar. Fahri kemudian mencoba meredam perdebatan yang seharusnya tidak perlu ada. Walau apa yang dilakukan Fahri sempat menimbulkan perdebatan yang semakin panas, namun Fahri meluluhkan hati mereka dengan mengatakan bahwa Islam itu me-nyayangi sesama.
Sejak kejadian tersebut, Alicia yang seorang gadis nonmuslim itu menjadi ingin bertemu dengan Fahri dan menanyakan tentang hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Merekapun melakukan pertemuan dengan didampingi oleh Aisha yang seorang gadis Mesir. Karena keterbatasan waktu, Fahri meminta agar Alicia menuliskan pertanyaannya dan akan dijawab oleh Fahri dengan tulisan juga. Hal itu diterima oleh Alicia mengingat kesibukan Fahri yang tidak memungkinkan un-tuk melakukan pertemuan yang memerlukan waktu yang lama. Fahri menjawab pertanyaan-pertanyaan Alicia dengan tulisan, mencarikan referensi-referensi yang tepat untuk menjawab pertanyaan Alicia tersebut. tidak tanggung-tanggung, Fahri pun juga meminta pertolongan Maria untuk menterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Dan juga meminta gurunya untuk mengoreksi jawaban-jawaban yang te-lah ia tuliskan.
Di Mesir, Fahri tinggal bersama 4 orang temannya yang juga berasal dari Indonesia, yaitu Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Di sana Fahri juga bertetangga dengan Bahadur, seorang yang kasar kepada siapa saja bahkan kepada istrinya Madame Syaima dan putri bungsunya Noura. Bahadur dan Madame Syaima me-miliki 3 orang putri, yaitu Mona, Suzanna, dan Noura. Mona dan Suzanna berkulit hitam sama seperti orangtuanya, namun lain halnya dengan Noura yang berkulit putih dan berambut pirang. Hal ini mengakibatkan Bahadur mengira kalau istrinya telah berselingkuh dan sangat membenci Noura.
Pada suatu malam, Bahadur menyeret Noura ke jalanan dengan punggung yang penuh dengan luka cambukan. Melihat hal tersebut Fahri meminta Maria un-tuk dapat membantu Noura dan membawanya ke rumah untuk menginap di rumah Maria. Keesokkan harinya, Fahri membawa Noura ke rumah Nurul untuk dapat diamankan dari keganasan Bahadur. Fahri dan Maria kemudian berusaha untuk mencari tahu tentang Noura. Akhirnya terungkaplah bahwa Noura bukanlah anak dari Bahadur dan Madame Syaima. Merekapun membantu untuk menemukan ke-dua orang tuanya hingga ia bisa berkumpul dengan keluarganya yang sebenarnya. Bantuan Fahri ternyata membuat Noura jatuh cinta kepadanya. Ia pun mengirim-kan sepucuk surat ungkapan perasaannya kepada Fahri, namun surat itu tidak di-tanggapi oleh Fahri karena mengira itu hanyalah ungkapan terima kasih. Fahri pun kemudian memfokuskan diri kepada ujian yang akan ia hadapi.
Lain lagi dengan Aisha, pertemuan yang beberapa kali membuatnya jatuh cinta dengan sikap dan sifat Fahri. Ia pun meminta pamannya Eqbal untuk dapat menjodohkannya dengan Fahri. Fahri yang memang telah sedang bingung dengan pernikahan yang telah ia targetkan merasa terjawab sudah dengan tawaran Ustadz Usman untuk menjodohkannya dengan gadis soleha. Setelah melakukan shalat is-tighoroh dan meminta restu ibunya, ia pun memantapkan niatnya untuk meminang gadis yang sama sekali belum ia ketahui nama dan wajahnya itu. Namun betapa terkejutnya ia ketika pertemuan keluarga yang datang adalah Eqbal dan keluarga-nya. Segeralah ia mengetahui bahwa gadis itu adalah Aisha yang tak lain adalah keponakan Eqbal. Eqbal dan Fahri telah banyak mengenal satu sama lain. Tentang Fahri yang miskin dan dapat datang ke Mesir dengan menjual sawah warisan ka-keknya. Melalui bantuan Syaikh Usman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha dan Aisha pun siap menerima Fahri apa adanya.
Hari pernikahan telah ditentukan, Jumat setelah ashar, namun cobaan da-tang pada Fahri. Ustadz Jamal dan istrinya datang menemui Fahri pada siang hari-nya dengan maksud untuk meminangnya untuk Nurul karena Nurul sangat men-cintai Fahri. Mendengar hal tersebut Fahri sangat terpukul karena dulunya setiap mendengar nama Nurul hatinya selalu bergetar. Akan tetapi cintanya sekarang te-lah menjadi milik Aisha dan hanya hitungan jam saja mereka akan menikah. Fahri pun menceritakan perihal pernikahan dengan Aisha yang sebentar lagi akan ter-laksanakan kepada Ustadz Jamal dan istrinya. Ustadz Jamal pun sangat menya-yangkan dan menyesal terhadap sikapnya yang menunda-nunda permintaan Nurul untuk meminang Fahri. Pernikahan Fahri dan Aisha akan segera dilaksanakan dan tidak mungkin untuk dibatalkan. Cobaan itu membuatnya sedih karena harus me-nyakiti hati Nurul. Sebelum adzan ashar berkumandang, Sarah Ali Farougi, mem-beri tahu bahwa semuanya telah siap. Fahri meminta izin pada Eqbal agar bisa melihat wajah Aisha untuk menguatkan hatinya yang baru saja digoncang dengan kabar yang menyakitkan hati. Tepat saat adzan ashar berkumandang mereka telah sampai di masjid tempat akad akan dilaksanakan. Semua para tamu undangan te-lah sampai di sana dan juga para masyarakat Mesir.
Setelah akad nikah mereka tidak langsung tinggal bersama, 2 hari setelah akad nikah pesta pun digelar. Barulah mereka pergi ke sebuah flat nomor 21 di tepi sungai nil. Mereka berbulan madu di sana, dan di akhir minggu Aisha mem-beri kejutan kepada Fahri bahwa flat itu miliknya. Dan mereka akan menempati flat itu bersama. Tak lama setelah itu Fahri mendapat kejutan dari Maria dan You-sef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul.
Kebahagiaan Fahri dan Aisha ternyata tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Fahri dibawa ke markas polisi Abbasca. Fahri diinterogasi dan dimaki dengan ka-ta-kata kotor. Fahri dituduh memperkosa Noura hingga hamil hampir tiga bulan. Noura teramat luka hatinya saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungannya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa, karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di penjara selama beberapa minggu dan melewati ramadhan pertamanya di sel bawah tanah. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu yaitu malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam di mana Fahri memperkosanya. Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Dan ia terus mengigau menyebut nama Fahri. Dokter mengatakan sentuhan dan suara Fahri adalah rangsangan supaya Maria cepat sadar, namun Fahri tidak mau melakukannya karena Maria bukanlah istrinya. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Pernikahan itu berlangsung di rumah sakit. Aisha berharap dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar da-ri koma panjangnya dan dapat memberi kesaksian di pengadilan tentang sebenar-nya yang terjadi.
Akhirnya Maria dapat membuka matanya, Aisha menceritakan semuanya kepada Maria dan akhirnya Maria bersedia untuk memberikan kesaksian di persi-dangan. Ketika di pengadilan Maria membawa bukti bahwa malam itu Maria sam-pai pagi berada di kamarnya dan sama sekali tidak meninggalkan kamarnya apala-gi masuk ke kamar Fahri, namun naas karena terlalu emosi Maria yang saat itu masih dalam keadaan sakit langsung jatuh pingsan setelah memberi kesaksian dan dilarikan ke rumah sakit. Fahri pun memenangkan pengadilan itu karena Noura mengakui kesalahannya karena telah memfitnah Fahri dan menyengsarakan orang yang ia cintai. Takbir bergemuruh di ruang pengadilan itu dilantunkan oleh semua orang yang membela dan simpati pada Fahri. Seketika Fahri sujud syukur kepada Allah Swt. Aisha memeluk Fahri dengan tangis bahagia tiada terkira. Paman Eq-bal dan Bibi Sarah tidak mampu membendung airmatanya. Syaikh Ahmad dan Ummu Aiman juga sama. Satu persatu orang Indonesia yang ada di dalam ruang-an itu memberi selamat dengan wajah baru.
Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa be-sar  Fahri memaafkan Noura. Terungkaplah bahwa ayah dari bayi dalam kandung-an Noura adalah Bahadur. Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tang-ga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak.  Maria terus mengigau dalam komanya, membaca ayat-ayat surat Maryam dan dilanjutkan dengan surat Thaha dan air matanya terus mengalir. Setelah ayat terakhir surat Thaha yang ke-luar dari mulut Maria tersadar dan menceritakan semuanya kepada Fahri. Maria mengatakan bahwa ia mencium bau surga dan melihat ke dalam rombongan yang masuk ke dalamnya. Ketika ia mau masuk beberapa kali malaikat penjaga surga itu tidak mengizinkannya dengan alasan ia bukan termasuk golongan nabi Mu-hammad. Ia menangis menyebut nama Allah dan akhirnya dari salah satu pintu surga keluarlah Maryam. Ia mengatakan bahwa jika ingin masuk surga, ia harus termasuk dalam rombongan nabi Muhammad Saw. Fahri mengerti bahwa Maria adalah wanita yang muslim hatinya tapi Maria belum mengucapkan syahadat se-bagai tanda masuknya ia ke dalam agama Islam. Akhirnya Fahri membantu Maria dengan cara mengambilkan air untuk berwudlu. Dengan sekuat tenaga Fahri membopong Maria yang kurus kering itu menuju kamar mandi. Aisha juga mem-bantu membawakan tiang infus. Dengan tetap dibopong oleh Fahri, Maria diwu-dhui oleh Aisha. Setelah selesai, Maria kembali dibaringkan di atas kasur seperti semula. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung jiwa ia mengucapkan sya-hadat. Ia tetap tersenyum. Perlahan pandangan matanya redup. Tak lama kemudi-an kedua matanya yang bening itu tertutup rapat. Fahri memegang tangannya dan denyut nadinya telah berhenti. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya me-renggut Maria. Maria menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir. Wajahnya bersih seakan diselimuti cahaya. Kata-kata yang tadi diucapkannya de-ngan bibir bergetar itu kembali terngiang di telinga Fahri. Namun Maria sangat beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf dengan bantuan Fahri dan Aisha.
ANALISIS KRITIK NOVEL AYAT-AYAT CINTA
Pada novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini merupa-kan novel bergenre religius. Pada novel ini mengaitkan kehidupan manusia de-ngan aspek-aspek keagamaan. Novel ini menceritakan permasalahan-permasalahan yang ada pada kehidupan manusia, mulai dari gaya hidup bertetangga, pola tingkah pemikiran masyarakat yang beraneka ragam, cinta yang bertepuk sebelah tangan, poligami, pemfitnahan, sampai pada kesetiaan dengan latar sosial-budaya Timur Tengah. Semua dikemas dengan uraian-uraian yang bersifat islami dengan diperkuat oleh dalil-dalil dan hadits-hadits.
Karya sastra adalah salah satu dari media dalam berdakwah. Dengan karya sastra segala permasalahan kehidupan dapat tergambarkan dengan solusi yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Inilah yang dilakukan oleh seorang novelis yang juga seorang sarjana Al-Azhar University Cairo. Dengan media novel ia mampu membangun gambaran-gambaran permasalahan masyarakat dengan solusi yang berdasarkan pengetahuan agama. Dalam novel ini, ia menceritakan permasalahan kehidupan dengan latar ala Arab namun diceritakan dengan gaya bahasa Indonesia. Mengutip pernyataan dari Majalah Muslimah edisi Januari 2006 “Penulis novel ini berhasil menggambarkan latar (setting) sosial-budaya Timur Tengah dengan sangat hidup tanpa harus memakai istilah-istilah Arab. Bahasanya yang mengalir, karakterisasi tokoh-tokohnya yang begitu kuat, dan gambaran latarnya yang begitu hidup, membuat kisah dalam novel ini terasa benar-benar terjadi. Ini contoh novel karya penulis muda yang sangat bagus!” Dalam hal ini tokoh-tokoh dibangun dengan karakteristik yang kuat dan sesuai dengan gambaran kehidupan.
Ayat-Ayat Cinta merupakan judul yang mewakili isi dari novel ini. Di da-lam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang cinta, baik cinta antara manusia dengan Tuhannya, cinta antara manusia dengan manusia lainnya, tak terkecuali cinta antara manusia yang berlawanan jenis. Kata Ayat yang dituliskan secara reduplikasi dalam ilmu morfologi menyatakan jamak, artinya dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang cinta dan permasalahan serta solusi-solusinya. Kenapa judulnya Ayat-Ayat Cinta? Karena di dalam Al-Qur’an, Tuhan telah mengajarkan bagaimana sebuah cinta itu dibangun dengan tanpa merusak kesucian dari sebuah arti cinta tersebut. Cinta itu akan terasa sangat indah, jika dilakukan sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang diberikan oleh Allah Swt. Manusia akan mengecap indahnya cinta dari sesama manusia, jika ia juga telah mencintai Allah dengan melakukan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Dan Allah akan menjanjikan surga yang tak ternilai keindahannya bagi mereka yang menjalankan kehidupan sesuai dengan syariatNya.
Fahri, seorang tokoh yang dibangun oleh penulis sebagai tokoh utama dalam novel ini. Seorang santri salaf metropolis dan musafir yang haus ilmu. Memiliki karakter tokoh yang begitu kuat dengan keislamannya dan kokoh pendiriannya serta seseorang yang pekerja keras. Kesabaran dan gaya hidup yang patut dicontoh dari seorang Fahri. Tokoh kedua dalam novel ini adalah Aisha, seorang gadis yang berdarah Jerman, Turki, dan Palestina, namun lahir dan dibesarkan di Jerman. Sifat lembut dan penyayang tergambar dari kecantikan nama Aisha. Seorang tokoh yang begitu setia dan juga sabar menerima segala cobaan berat yang menimpanya dan suaminya. Tokoh ketiga adalah seorang penganut Kristen Koptik yang sangat taat kepada agamanya, namun telah menghafal beberapa surat Al-Qur’an terutama surat Maryam yang menjelaskan tentang riwayat Maryam melahirkan Nabi Isa As., tentang bagaimana cara Nabi Ibrahim memberikan nasihat kepada ayahnya, tentang Allah Swt yang meninggikan Nabi Idris ke tempat yang tinggi, dan tentang Allah Swt. yang tidak beranak. Nama Maria yang bernuansakan wanita Kristen, namun terasa begitu Islami dengan karakter yang dibangun oleh penulis. Dan tokoh-tokoh pendukung lainnya yang penamaannya disesuaikan dengan karakter masing-masing tokoh menjadikan cerita ini menjadi begitu hidup.
Dalam novel ini juga sangat kental dengan penggambaran sosial-budaya seperti pada kutipan (halaman 51, paragraf  6) “Salah satu keindahan hidup di Me-sir adalah penduduknya yang lembut hatinya. Jika sudah tersentuh mereka akan memperlakukan kita seumpama raja. Mereka terkadang keras kepala, tapi jika sudah jinak dan luluh mereka bisa melakukan kebaikan seperti malaikat. Mereka kalau marah meladak-ledak tapi kalau sudah reda benar-benar reda kemarahannya, hilang tanpa bekas. Tak ada dendam di belakang yang diingat sampai tujuh ketu-runan seperti orang Jawa. Mereka mudah menerima kebenaran dari siapa saja.” Orang Amerika digambarkan dengan cara berpakaiannya yang ala Barat dan terbuka, sedangkan orang Mesir digambarkan dengan cara berpakaian yang ala Arab serba tertutup. Dalam penceritaannya juga disinggung tentang budaya Indonesia yang tidak tepat waktu atau ngaret, namun dibuktikan oleh tokoh Fahri bahwa tidak semua orang Indonesia begitu dan tidak semua orang luar Indonesia disiplin dengan waktu. Hal yang menjadi perhatian dalam penggambaran sosial-budaya pada novel ini ialah sistem hukuman di Mesir bagi seseorang yang melakukan suatu kesalahan, maka akan diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi bahkan yang belum terbukti kesalahannya sekalipun. Mereka yang tertuduh bersalah akan disiksa tanpa ampun hingga kebenarannya terungkap. Apalagi bagi seseorang yang berkewarga negaraan yang hukum negaranya lemah, maka hampir tidak ada peluang untuk bisa dibebaskan dari hukuman, bahkan mereka dipaksa untuk mengaku kesalahan yang sebenarnya tidak ia lakukan.
Sosok Aisha, Maria, Nurul, Noura, dan Alicia merupakan penggambaran dari karakter-karakter perempuan yang ada dalam kehidupan nyata. Tentang bagaimana wanita dalam Islam juga sangat diutamakan dalam novel ini dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh para tokoh terutama Alicia yang dijawab dengan baik oleh Fahri dengan berlandaskan dalil-dalil yang ada dan hadits serta pendapat para ulama-ulama terkemuka.
Kenapa dikatakan novel pembangun jiwa? Karena dalam novel ini tercakup bagaimana Islam mengajarkan manusia dalam menghadapi masalah-masalah yang merupakan ujian yang diberikan oleh Allah Swt. Bagaimana seorang Aisha dengan ikhlas dipoligami demi suatu kebenaran. Menjaga kesuciannya hingga cinta yang hakiki itu datang padanya. Bagaimana seorang Fahri yang dengan begitu sabar menghadapi ujian berat yang diberikan oleh Allah Swt kepadanya. Begitu kokohnya ia menggenggam kebenaran demi nama Tuhannya. Dan bagaimana seorang Maria yang disentuh hatinya hingga bisa masuk Islam sebelum ajal menjemput. Semua tergambar dengan baik di dalam Ayat-Ayat Cinta.
2.      Puisi Chairil Anwar ”Aku
Aku                                                                                                                          (Chairil Anwar)
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari

Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi


ANALISIS KRITIK PUISI CHAIRIL ANWAR “AKU”
Puisi ini ditulis CA pada masa perjuangan, dalam puisi ini digambarkan tentang perjuangan tanpa henti, tanpa rasa putus asa. Seseorang yang menjadi sosok aku menunjukkan perjuangan yang sangat luarbiasa. Setelah membaca puisi ini jiwa perjuangan pembaca serasa bergairah kuat, tiba-tiba perasaan dan semangat pembaca menjadi menggebu-gebu serta jiwa nasionalisme terasa semakin kuat.
 Hebatnya CA, ia mampu mengemas orasinya dalam kata-kata singkat penuh makna yang begitu indahnya, sehingga tidak bosan pembaca membaca puisi ini serta pesan yang ingin disampaikanpun tersampaikan dengan baik. Puisi ini merupakan salahsatu karya luarbiasa yang pernah penulis baca, karena mampu menyampaikan pesan dengan lantang dan fokal tetapi pesan utamanya tetap Nampak jelas dan mampu diserap dengan baik oleh pembacanya.








BAB III
PENUTUP

Simpulan
Informasi yang terdapat dalam makalah ini memberikan banyak pelajar untuk kita, secara khusus dalam memahami materi mata kuliah Kajian Menulis Kritik dan Esay melalui Pendekatan Pragmatik. Berdasarkan data dan informasi tersebut dapat disimpulkan materi yang menjadi informasi pengetahuan dalam pendekatan pragmatik yaitu pengertian pendekatan pragmatik secara umum, pengertian pendekatan pragmatik menurut para ahli, sejarah pendekatan pragmatik, metode pendekatan pragmatik, prinsip dasar pendekatan pragmatik, karakteristik pendekatan pragmatik dalam menelaah karya sastra dan contoh menulis kritik melalui pendekatan prakmatik.
Makalah ini membahas kaitan antara ilmu bahasa dengan karya sastra. Pembahasa tersebut dikarenakan bahasa menjadi objek utama untuk mengekspresikan karya sastra. Pembahasa materi ini menekankan pemaknaan karya satra oleh pembaca atau penikmat karya sastra tersebut.
Pemaknaan karya satra yang baik yaitu saat makna yang diharapkan seorang pengarang sampai atau dapat diterima oleh pembaca yang menikmati karya sastra tersebut. Pembaca yang menikmati karya sastra secara sunggunh-sungguh pasti bisa menangkap makna karya tersebut tanpa terjadi salah makna.
Saran
Berdasarkan makalah ini kami memberikan beberapa infomasi sebagai bentuk saran dan masukkan bagi kita untuk memahami materi pendekatan pragmatik. Pemaknaan karya sastra oleh pembaca lebih tepat menggunakan pendekatan pragmatik. Kami sebagai penulis juga membutuhkan saran untuk kedepannya baik dalam proses pembuatan makalah maupun dalam pemaknaan materi.






DAFTAR PUSTAKA

Purwo, Bambang Kaswati. 1989. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.

Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Pragmatik Pengajaran. Bandung: Angkas.

Hiory, Oky. 2012. Kritik Sastra Objektif. (online). (http://okyhiory.blogspot.com/2012/04/kritik-sastra-kritik-sastra-objektif.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).

Putra. 2013. Pendekatan Pragmatik dalam Kajian Puisi. (online). (http://putrap3tir.blogspot.com/2013/12/pendekatanpragmatikdalamkajianpuisi.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).

Sigondang. 2011. Jenis-Jenis Kritik Sastra. (online). (http://www.sigodangpos.com/2011/09/jenis-jenis-kritik-sastra-dan.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).

Yusfin. 2011. Pemahaman Kritik Pragmatik dalam Novel. (online). (http://yusfimembaca.blogspot.com/2011/11/pemahaman-kritikpragmatik-dalam-novel.html, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).

Yasni, Asri. 2012. Penerapan Pendekatan Pragmatik dalam Sastra. (online). (http://asriyasnur.blogspot.com/2012/01/penerapan-pendekatan-pragmatik-dalam.html?m=1, dikunjungi Senin, 15 Mei 2017).